Artikel - Menuju bebas stunting
Oleh Lintang Budiyanti Prameswari
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, utamanya di 1.000 hari pertama kehidupan atau usia 0-2 tahun...
Meski dalam beberapa indikator penurunan stunting telah tercapai, namun pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyediakan data stunting yang lebih inklusif sehingga intervensi kepada masyarakat yang paling membutuhkan dapat lebih tepat sasaran.
Dalam konteks kebijakan atau penelitian, data inklusif mesti mencakup informasi dari berbagai latar belakang demografis, sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa membiarkan kelompok tertentu yang tidak terwakili atau terabaikan.
Data yang tidak terpilah berisiko menyebabkan penggunaan anggaran stunting yang tidak tepat. Presiden Jokowi sendiri bahkan menyoroti penggunaan anggaran di daerah yang masih kurang tepat, misalnya untuk pembangunan pagar puskesmas yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan program percepatan penurunan stunting.
Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta pada tahun 2024, untuk itu, pemerintah tidak bisa mengumpulkan data penurunan stunting dalam satu kotak saja.
Di tingkat provinsi, kabupaten/kota, data terpilah mesti terus diperbarui setiap tahun dan proses-proses survei serta sensus tidak boleh hanya di tingkat nasional, tetapi turun hingga di tingkat kabupaten/kota sehingga data penurunan stunting dapat lebih inklusif dan terpilah serinci mungkin.
Terdapat satu kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah terkait data inklusif tersebut, di mana pada bulan Juni 2024 telah dilaksanakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting.
Baca juga: Opini - Besarnya nilai ekonomi dan kesehatan pada daun kelor
Sebanyak 300.188 posyandu dilibatkan sehingga berhasil meningkatkan jumlah balita yang diukur secara signifikan. Terdata balita yang diukur mencapai 16.381.852 jiwa dan ditemukan 5.807.312 balita bermasalah gizi, yang mencakup gizi kurang, gizi buruk, wasting (berat badan rendah dengan lingkar lengan kurang dari standar), weight faltering (kenaikan berat badan bayi tidak sesuai standar), dan stunting.
Baca juga: Artikel - Jalan panjang perjuangan perawat di Papagarang NTT
Baca juga: Artikel - Dedikasi Rina tekan stunting di Labuan Bajo
Pelibatan para kader untuk melakukan pengukuran balita, atau generasi berencana yang terdiri dari para remaja untuk bergotong royong dalam percepatan penurunan stunting juga perlu ditingkatkan. Mereka yang bergerak di lapangan tersebut perlu mendapatkan lebih banyak perhatian agar dapat membantu mengumpulkan data yang lebih inklusif untuk intervensi yang lebih tepat demi mewujudkan Indonesia yang bebas stunting.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menuju bebas stunting
Dalam konteks kebijakan atau penelitian, data inklusif mesti mencakup informasi dari berbagai latar belakang demografis, sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa membiarkan kelompok tertentu yang tidak terwakili atau terabaikan.
Data yang tidak terpilah berisiko menyebabkan penggunaan anggaran stunting yang tidak tepat. Presiden Jokowi sendiri bahkan menyoroti penggunaan anggaran di daerah yang masih kurang tepat, misalnya untuk pembangunan pagar puskesmas yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan program percepatan penurunan stunting.
Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta pada tahun 2024, untuk itu, pemerintah tidak bisa mengumpulkan data penurunan stunting dalam satu kotak saja.
Di tingkat provinsi, kabupaten/kota, data terpilah mesti terus diperbarui setiap tahun dan proses-proses survei serta sensus tidak boleh hanya di tingkat nasional, tetapi turun hingga di tingkat kabupaten/kota sehingga data penurunan stunting dapat lebih inklusif dan terpilah serinci mungkin.
Terdapat satu kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah terkait data inklusif tersebut, di mana pada bulan Juni 2024 telah dilaksanakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting.
Baca juga: Opini - Besarnya nilai ekonomi dan kesehatan pada daun kelor
Sebanyak 300.188 posyandu dilibatkan sehingga berhasil meningkatkan jumlah balita yang diukur secara signifikan. Terdata balita yang diukur mencapai 16.381.852 jiwa dan ditemukan 5.807.312 balita bermasalah gizi, yang mencakup gizi kurang, gizi buruk, wasting (berat badan rendah dengan lingkar lengan kurang dari standar), weight faltering (kenaikan berat badan bayi tidak sesuai standar), dan stunting.
Baca juga: Artikel - Jalan panjang perjuangan perawat di Papagarang NTT
Baca juga: Artikel - Dedikasi Rina tekan stunting di Labuan Bajo
Pelibatan para kader untuk melakukan pengukuran balita, atau generasi berencana yang terdiri dari para remaja untuk bergotong royong dalam percepatan penurunan stunting juga perlu ditingkatkan. Mereka yang bergerak di lapangan tersebut perlu mendapatkan lebih banyak perhatian agar dapat membantu mengumpulkan data yang lebih inklusif untuk intervensi yang lebih tepat demi mewujudkan Indonesia yang bebas stunting.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menuju bebas stunting