Jakarta (ANTARA) - Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menyoroti narasi beberapa warganet yang kontra terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di platform X yang menyerukan ancaman pembunuhan terhadap Presiden RI Prabowo Subianto.
Menurut dia, penyebaran ancaman ini bukan hanya tindakan kriminal tetapi juga dapat berdampak luas terhadap stabilitas politik nasional.
"Dampak politik ancaman pembunuhan presiden dapat sangat signifikan dan berpotensi mengganggu stabilitas politik suatu negara, bisa memicu kerusuhan terutama jika ancaman tersebut dianggap serius," kata Iwan saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Dia menyebut, pelaku penyebaran ancaman ini dapat dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 218 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran ujaran kebencian dan ancaman kekerasan, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan melawan penguasa, serta Pasal 369 KUHP tentang pengancaman.
“Langkah ini harus dilakukan agar tidak melebar menjadi krisis politik yang lebih besar. Jika dibiarkan, penghasutan seperti ini bisa berlanjut dan bahkan dapat menggiring orang-orang yang sedang frustasi untuk melakukan tindakan yang lebih ekstrem,” ujarnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3) menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi Undang-Undang TNI baru.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?," kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.
Dalam Pasal 47 UU TNI yang setujui DPR tersebut, prajurit TNI diatur dapat mengisi jabatan di BNPB, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Berdasarkan data Mabes TNI per Februari 2025, terdapat dua prajurit yang telah bertugas di BNPB, 12 di BNPP, 18 di BNPT, 129 di Bakamla, dan 19 di Kejagung.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Direktur IPR soroti ancaman warganet terhadap presiden