Kupang, NTT (ANTARA) - Pemerintah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengupayakan pelestarian enam objek diduga cagar budaya (ODCB), melalui kegiatan pemaparan naskah akademik dalam sesi fokus grup diskusi.
“Pelestarian cagar budaya adalah bagian dari upaya kita menjaga identitas kota dan warisan leluhur. Untuk itu, mari kita bersinergi memastikan objek-objek tersebut tetap lestari dan terjaga dengan baik,” kata Pj Sekda Kota Kupang Ignasius R. Lega saat membuka sesi fokus grup diskusi pemaparan naskah akademik ODCB di Kupang, Rabu.
Dalam sambutannya, Pj Sekda menyampaikan apresiasi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta seluruh pihak yang telah menggagas dan mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut.
Ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah konkret dalam menjaga dan merawat warisan budaya yang menjadi bagian penting dari jati diri masyarakat Kota Kupang.
Ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Kupang bersama Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi NTT telah melakukan kajian terhadap enam ODCB yang tersebar di lima kelurahan.
Objek-objek tersebut, yakni titik nol Kota Kupang di Kelurahan Fontein, Pura Oebananta di Kelurahan Fatubesi, bunker di Bakunase, gua dan meriam di Nunbaun Delha, gua di belakang SDI Naimata di Kelurahan Naimata serta tempat pembakaran kapur di Kelurahan Naikolan.
“Cagar budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan bagi generasi sekarang dan yang akan datang,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap, forum ini menjadi ruang dialog partisipatif bagi seluruh peserta untuk memberikan masukan dan pandangan demi menghasilkan rekomendasi yang tepat dan berkelanjutan dalam proses penetapan dan pelestarian cagar budaya di Kota Kupang.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang Serlin Marlis Tiro menyatakan pelestarian budaya tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga memiliki nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif, pariwisata, dan pendidikan.
“Kota Kupang sebagai Ibu Kota Provinsi NTT menyimpan beragam potensi warisan budaya dengan nilai historis, arsitektural, dan sosial yang tinggi.
Namun, di tengah pesatnya pembangunan kota, terdapat kekhawatiran bahwa objek-objek budaya ini akan mengalami degradasi atau bahkan hilang jika tidak ada upaya pelestarian yang sistematis,” jelasnya.
Serlin menjelaskan bahwa penyusunan naskah akademik merupakan salah satu tahapan penting dalam proses penetapan cagar budaya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Naskah tersebut memuat hasil kajian ilmiah secara multidisipliner yang menilai nilai penting suatu objek berdasarkan kriteria sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Tujuan dari pelaksanaan forum ini, lanjut Serlin, adalah untuk mempresentasikan hasil kajian akademik kepada publik, sekaligus menghimpun masukan dari berbagai pihak sebelum dokumen tersebut disempurnakan dan diajukan kepada Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi NTT untuk proses penetapan resmi.