KLHK telusuri jejak perburuan liar Komodo
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerjunkan tim terpadu untuk menelusuri jejak perburuan liar komodo sebagai langkah awal menanggapi kasus penyelundupan satwa dilindungi itu.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerjunkan tim terpadu untuk menelusuri jejak perburuan liar komodo sebagai langkah awal menanggapi kasus penyelundupan satwa dilindungi itu.
"Langkahnya, pertama kali kita menerjunkan tim terpadu provinsi dan kabupaten serta tim kami dari Direktorat Jenderal KSDAE untuk melakukan cek lapangan dan menelusuri, ada tim yang untuk meneliti kemungkinan dari mana asal usulnya (komodo yang diselundupkan), karena kita punya titik-titik pemantauan di seluruh wilayah pantai Flores itu," kata Direktur Jenderal Konservasi Symber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno kepada Antara, Jakarta, Kamis (28/3).
Dia menuturkan sesungguhnya pihaknya telah menetapkan titik-titik pemantauan dengan camera trap untuk mengamati komodo-komodo yang berada di luar Taman Nasional Komodo.
"Ada 1.800 titik yang kita pantau di seluruh daratan pantai Flores dan pantai Selatan Flores, jadi data kita sudah cukup lengkap, cuma wilayahnya hutan lindung, tanah adat, lahan masyarakat, jadi ini memang perlindungannya masih belum seintensif kalau itu kawasan konservasi," ujarnya.
Dia menuturkan kemungkinan besar kawasan di mana komodo hidup dan berkembang di luar Taman Nasional Komodo akan didorong untuk menjadi kawasan ekosistem esensial yang dikelola bersama dengan masyarakat dan pemerintah setempat.
"Kita akan detail menyiapkan peta lokasi habitatnya yang belum dijadikan kawasan konservasi menjadi ekosistem esensial dan itu akan didukung pasti oleh gubernur dan bupati," tuturnya.
Di samping itu, Wiratno mengimbau masyarakat untuk melaporkan indikasi perdagangan komodo untuk mencegah terjadinya penyelundupan dan perdagangan satwa yang dilindungi itu.
"Masyarakat dapat membantu kita dengan memberikan informasi jika ada indikasi perdagangan karena satwa komodo adalah satwa prioritas nasional yang dilindungi oleh undang-undang," ujarnya.
Wiratno juga mengajak masyarakat untuk membantu pemerintah dengan aktif menjaga satwa komodo.
Dia mengatakan jika ada gangguan dari satwa komodo seperti komodo memakan ternak warga, maka warga bisa melapor kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Nusa Tenggara Timur yang berlokasi di Kupang atau menghubungi "call center" sehingga dapat bersama-sama menyelamatkan satwa itu.
Kepolisian Daerah Jawa Timur telah mengungkap penjualan 41 komodo ke luar negeri dengan harga Rp500 juta per ekor oleh jaringan penjahat, yang sudah tujuh kali melakukan aksi semacam itu sejak 2016 sampai 2019.
Menurut polisi, tersangka melakukan aksinya dengan mengambil anak-anak komodo setelah membunuh induknya.
Baca juga: BTNK lemah awasi kawasan Taman Nasional Komodo
Baca juga: NTT sesalkan kasus jual beli Komodo sampai ke luar negeri
"Langkahnya, pertama kali kita menerjunkan tim terpadu provinsi dan kabupaten serta tim kami dari Direktorat Jenderal KSDAE untuk melakukan cek lapangan dan menelusuri, ada tim yang untuk meneliti kemungkinan dari mana asal usulnya (komodo yang diselundupkan), karena kita punya titik-titik pemantauan di seluruh wilayah pantai Flores itu," kata Direktur Jenderal Konservasi Symber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno kepada Antara, Jakarta, Kamis (28/3).
Dia menuturkan sesungguhnya pihaknya telah menetapkan titik-titik pemantauan dengan camera trap untuk mengamati komodo-komodo yang berada di luar Taman Nasional Komodo.
"Ada 1.800 titik yang kita pantau di seluruh daratan pantai Flores dan pantai Selatan Flores, jadi data kita sudah cukup lengkap, cuma wilayahnya hutan lindung, tanah adat, lahan masyarakat, jadi ini memang perlindungannya masih belum seintensif kalau itu kawasan konservasi," ujarnya.
Dia menuturkan kemungkinan besar kawasan di mana komodo hidup dan berkembang di luar Taman Nasional Komodo akan didorong untuk menjadi kawasan ekosistem esensial yang dikelola bersama dengan masyarakat dan pemerintah setempat.
"Kita akan detail menyiapkan peta lokasi habitatnya yang belum dijadikan kawasan konservasi menjadi ekosistem esensial dan itu akan didukung pasti oleh gubernur dan bupati," tuturnya.
Di samping itu, Wiratno mengimbau masyarakat untuk melaporkan indikasi perdagangan komodo untuk mencegah terjadinya penyelundupan dan perdagangan satwa yang dilindungi itu.
"Masyarakat dapat membantu kita dengan memberikan informasi jika ada indikasi perdagangan karena satwa komodo adalah satwa prioritas nasional yang dilindungi oleh undang-undang," ujarnya.
Wiratno juga mengajak masyarakat untuk membantu pemerintah dengan aktif menjaga satwa komodo.
Dia mengatakan jika ada gangguan dari satwa komodo seperti komodo memakan ternak warga, maka warga bisa melapor kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Nusa Tenggara Timur yang berlokasi di Kupang atau menghubungi "call center" sehingga dapat bersama-sama menyelamatkan satwa itu.
Kepolisian Daerah Jawa Timur telah mengungkap penjualan 41 komodo ke luar negeri dengan harga Rp500 juta per ekor oleh jaringan penjahat, yang sudah tujuh kali melakukan aksi semacam itu sejak 2016 sampai 2019.
Menurut polisi, tersangka melakukan aksinya dengan mengambil anak-anak komodo setelah membunuh induknya.
Baca juga: BTNK lemah awasi kawasan Taman Nasional Komodo
Baca juga: NTT sesalkan kasus jual beli Komodo sampai ke luar negeri