Mutiara Labuan Bajo Hasilkan Rp16,6 miliar

id Mutiara

Mutiara Labuan Bajo Hasilkan Rp16,6 miliar

Usaha budidaya mutiara di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

"Dalam durasi waktu antara Januari hingga 8 Mei 2017 dikirim sebanyak 55,6 kg atau 36.367 pcs dengan harga setiap kilogram sebesar Rp300.000," kata Agus Priyantoro.
Kupang (Antara NTT) - Pengiriman hasil budidaya mutiara di beberapa lokasi di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur ke Jepang dan Australia melalui Denpasar dan Jakarta hingga awal Mei 2017 menghasilkan Rp16,6 miliar.

"Dalam durasi waktu antara Januari hingga 8 Mei 2017 dikirim sebanyak 55,6 kg atau 36.367 pcs dengan harga setiap kilogram sebesar Rp300.000," kata Penanggungjawab Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Perikanan Wilayah Kerja Labuan Bajo Agus Priyantoro ketika dihubungi Antara melalui telepon genggamnya dari Kupang, Jumat.

Menurut dia, pengiriman mutiara yang dibudidaya sejumlah perusahaan di Pulau Pungu, Wae Nepa dan Klumpang itu sudah dilakukan selama empat kali dalam tahun ini "Ya daerah tujuan ekspor adalah Jepang dan Australia, namun harus melalui Denpasar dan Jakarta," katanya.

Disebutkannya ada tiga perusahaan yang melakukan budidaya mutiara secara besar-besaran di tiga titik wilayah Labuan Bajo itu, masing-masing PT Cendana Indo Pearl, PT NTT Kuri Pearl dan PT Tiara Indo Pearl.

Meskipun aktivitas pembudidayaan mutiara itu memberi dampak baik bagi perluasan tenaga kerja serta peningkatan ekonomi masyarakat dan tentu pemasukan bagi daerah, seluruh aktivitas selalu mendapat pengawasan dari Karatina Ikan.

Lembaga pengawas tersebut ditunjuk untuk melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan seluruh sumber daya laut dan perikanan yang ada, termasuk pengiriman hasil budidaya untuk tujuan ekspor.

Agus Priyantoro mengatakan Stasiun Karantina Ikan Wilayah Kerja Labuan Bajo akan terus melakukan sosialiasi kepada perusahaan atau eksportir mutiara untuk bekerja sesuai petunjuk dan aturan yang berlaku.

"Koordinasi kita libatkan pihak Bandara Komodo, Dinas Perikanan setempat, WWF, Kepolisisan serta TNI AL serta masyarakat. kami berharap jika ditemukan ada pelanggaran segera diinformasikan untuk dilakukan penindakan," kata Agus.

Sementara itu, Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Bima, Arsal berharap semua perusahaan eksportir mutiara di wilayah kerja Bima yang membawahi Labuan Bajo itu bisa menaati seluruh prosedur yang berlaku.

Hal ini diharapkan agar aktivitas pengiriman yang dilakukan harus menggunakan dokumen sehingga tidak merugikan para eksportir tersebut. 

"Kalau tanpa dokumen ya risikonya pasti ditahan. Karena itu kami selalu beri penyadaran dan peringatan agar bekerja sesuai prosedur," kata Arsal.

Menurut dia, kegiatan lalu lintas pengiriman komoditas mutiara sangat menggairahkan di pasaran karena Indonesia memiliki potensi yang cukup menjanjikan.

Secara alami Indonesia menjadi salah satu negara penghasil 70 persen sampai 90 persen South Sea Pearl sehingga menjadi lirikan para pengumpul mutiara dunia. Karena itu penting dilakukan pengawasan ketat.

Pemerintah dalam hal ini Karatina Ikan tidak akan segan-segan memberi rekomendasi pencabutan izin usaha jika perusahaan atau eksportir melakukan pelanggaran dengan mengirim secara ilegal atau tanpa dokumen sebagaimana yang diwajibkan oleh aturan yang ada.

"Kalau dijual ilegal tanpa dokumen maka akan menurunkan nilai jual semestinya dan akan berpengaruh kepada penghasilannya," katanya.