Kupang (ANTARA) - Peneliti pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Nusa Tenggara Timur, Dr Ir Leta Rafael Levis mendorong pengembangan sistem pertanian konservasi secara masif di Tanah Air guna meningkatkan produktivitas tanaman serta menjaga ketahanan lingkungan.
"Sistem pertanian konservasi merupakan cara yang tepat untuk menghadapi masalah serius pertanian akibat pemanasan global yang berdampak pada berkurangnya pasokan air untuk pertanian," katanya ketika dihubungi di Kupang, Rabu, (9/3).
Ia mengatakan sektor pertanian perlu beradaptasi dengan kondisi pemanasan global agar masih produktivitas dapat meningkat terutama pada pertanian lahan kering.
Sistem pertanian konservasi menjadi pilihan yang ideal dalam mengantisipasi dampak pemanasan global, kata lulusan magister dari Institute of Agriculture, Curtin University of Technology, Perth, Australia tahun 2022 itu.
Melalui sistem pertanian konservasi, kata dia sumber daya pertanian dapat dikelola dengan dengan mengoptimalkan potensi pertanian yang ada sehingga selain dapat memanen hasilnya tetap juga menjaga konservasi air dan tanah.
Ia menyebutkan sistem ini menggunakan tiga prinsip utama yakni tanpa olah lahan atau penggalian lubang permainan, penutup tanah melalui sistem mulsa dan tanaman penutup tanah serta melakukan rotasi tanaman.
Rafael Levis mengatakan sistem pertanian konservasi ini seyogyanya telah dikembangkan Organisasi Food and Agriculture Organization (FAO) beberapa tahun terakhir.
Bahkan di Nusa Tenggara Timur, kata dia sistem ini juga telah diterapkan ratusan petani yang tersebar di Pulau Sumba, Pulau Flores, dan Pulau Timor.
Rafael Levis mengatakan hasil kajian di NTT menunjukkan bahwa sistem pertanian konservasi terbukti meningkatkan kesuburan tanah karena mampu menambah bahan-bahan organik tanah serta mampu meningkatkan produktifitas tanaman khususnya jagung.
Baca juga: Pengamat apresiasi kebijakan bebaskan bunga pinjaman untuk UMKM
Namun demikian, kata dia penerapan sistem pertanian ini belum digalakkan secara masif di daerah-daerah padahal sangat cocok diterapkan untuk pertanian lahan kering di Tanah Air termasuk Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Pengamat dorong dampak pemanasan global pada pertanian diangkat di G20