Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menyampaikan perang yang terjadi pada Februari 2022 lalu telah memperdalam krisis perekonomian global, padahal sebelumnya dunia telah terdampak begitu hebat karena pandemi COVID-19.
“Pada saat dunia mulai bangkit memulihkan perekonomian, bulan lalu, pada Februari 2022 terjadi perang yang telah membuat pusing semua negara,” kata Presiden Jokowi dalam sambutan secara virtual pada CNBC Indonesia Economic Outlook 2022 di Jakarta, Selasa, (22/3).
Pada Februari 2022, Rusia menyatakan untuk memulai operasi militer khusus ke Ukraina, yang menimbulkan ketegangan geopolitik global hingga saat ini.
Presiden Jokowi menyebutkan di awal 2022 sebenarnya perekonomian dunia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID-19.
Efek rambatan pembatasan mobilitas manusia dan barang akibat COVID-19 telah menyebabkan kelangkaan sumber energi, kelangkaan pangan, dan kontainer yang berpotensi mengerek inflasi.
“Ini (perang) akan memperdalam krisis perekonomian dunia dan meningkatkan ketegangan politik dunia,” ujar dia.
Ketegangan politik tersebut telah menyebabkan kenaikan harga minyak, gas, bahan baku pupuk hingga gandum. Karena itu, inflasi dikhawatirkan akan terus meningkat.
“Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi tantangan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Tantangan-tantangan ini harus kita sikapi dengan sangat hati-hati,” ucapnya.
Kepala Negara menyerukan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha untuk menerapkan kebijakan yang tepat guna mengakselerasi pemulihan ekonomi. Salah satu bentuk kolaborasi itu adalah penciptaan banyak investasi yang menjadi sumber lapangan kerja dan mobilisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkeadilan.
“Dibutuhkan kebijakan yang cepat dan tepat serta implementasi yang efektif. Yang jelas, masyarakat tidak boleh menjadi korban dari ketidakpastian global ini,” ujarnya.
Baca juga: Presiden Jokowi sebut IKN Nusantara motor inovasi akselerasi pembangunan ekonomi
Baca juga: Presiden Jokowi: Gugatan WTO tak surutkan niat hentikan ekspor bahan mentah