Kupang (ANTARA) - PT. Pertamina menyatakan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax dikarenakan BBM jenis non subsidi.
“Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya," kata Area Manager Communication & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Deden Mochamad Idhani dalam rilis yang diterima di Kupang, Sabtu (9/4).
Ia mengatakan bahwa kenaikan harga BBM non subsidi khusus Pertamax itu pun baru dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sejak tahun 2019.
Lebih lanjut Deden menjelaskan bahwa penyesuaian harga hanya berlaku untuk BBM Non Subsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17 persen, dimana 14 persen merupakan jumlah konsumsi Pertamax dan 3 persen jumlah konsumsi Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.
Baca juga: Pertamina optimalkan penyaluran BBM ke SPBU di NTT
Sedangkan BBM Subsidi seperti Pertalite dan Solar Subsidi yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83 persen, tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp7.650 per liter
Penyesuaian harga ini, lanjut Deden, sebenarnya masih jauh di bawah nilai keekonomian nya.
Ia pun mengatakan bahwa kenaikan harga BBM yaitu Pertamax yang disebabkan karena melambung nya harga minyak dunia merupakan jenis BBM non subsidi sesuai yang dijelaskan dalam Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014 Tentang Penyaluran, Pendistribusian dan Harga Eceran BBM.
Dalam Perpres tersebut, dijelaskan bahwa terdapat tiga jenis BBM disesuaikan dengan peruntukkan nya yaitu jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi seperti Biosolar, jenis bahan bakar khusus penugasan yaitu Pertalite dan jenis bahan bakar umum atau non subsidi seperti Pertamax, Dexlite dan Pertamina Dex.
Baca juga: Sidak ke SPBU, Menteri ESDM pastikan tak ada lagi antrean
Kenaikan harga Pertamax juga ujar dia, dipicu oleh krisis geopolitik yang menyebabkan harga minyak dunia menjadi tinggi di atas US$ 100 per barel.
Untuk tetap menjaga penyediaan dan penyaluran BBM, PT Pertamina kemudian melakukan efisiensi ketat di seluruh lini operasi. Akibatnya, penyesuaian harga BBM tidak dapat dihindari.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya menyatakan dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp16.000 per liter.
Dengan demikian, penyesuaian harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter ini masih lebih rendah Rp3.500 dari nilai keekonomiannya. "Ini kita lakukan agar tidak terlalu memberatkan masyarakat," ujar Deden.
Seperti yang diketahui, jenis BBM gasoline non subsidi yaitu Pertamax dan Pertamax Turbo merupakan bahan bakar minyak kualitas terbaik yang diperuntukkan bagi kendaraan dengan kompresi tinggi.
“Kami memberikan zat aditif pada produk seperti Pertamax dan Pertamax Turbo agar rendah emisi dan udara menjadi lebih bersih. Tentunya kami menyarankan kepada para pemilik kendaraan keluaran baru untuk mengisi jenis BBM non subsidi tersebut,” ungkap Deden.
Dengan harga baru Pertamax, Pertamina berharap masyarakat tetap memilih BBM Non Subsidi yang lebih berkualitas. "Harga baru masih terjangkau khususnya untuk masyarakat mampu. Kami juga mengajak masyarakat lebih hemat dengan menggunakan BBM sesuai kebutuhan," pungkas Deden.
Pertamina : Harga Pertamax naik karena jenis non subsidi
Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya