Artikel - Mengenal PLTS Pulau Messah jadi contoh transisi energi di G20
...Dalam proses transisi energi diperlukan pengembangan teknologi baru seperti hidrogen, arus laut, dan storage untuk menyimpan energi seperti baterai
Labuan Bajo (ANTARA) - Pagi itu, rombongan delegasi Pertemuan Kedua Sherpa G20 menyambangi Pulau Messah, sebuah pulau kecil di sekitar Kawasan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Setelah menempuh perjalanan laut menggunakan speed boath sekitar 30 menit dari pelabuhan laut di Kota Labuan Bajo, sejumlah delegasi seperti dari India, Italia, dan Fiji menginjakkan kaki di Pulau Messah untuk meninjau infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Ratusan panel surya yang dibangun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN (Persero) menancap kokoh di sebagian sisi pulau yang mencerminkan langkah nyata Pemerintah Indonesia melakukan transisi energi dengan memanfaatkan potensi panas matahari.
PLTS yang menghasilkan energi listrik dengan kapasitas sebesar 530 kiloWatt peak (kWp) telah menerangi sekitar 2.000 warga di Pulau Messah sejak 2019.
Sebelumnya hadirnya PLTS, masyarakat pulau itu mengandalkan penerangan dengan lampu teplok dengan bahan bakar minyak. Warga setempat juga sempat membeli genset listrik untuk digunakan secara komunal.
Penggunaan genset itu menjadi beban tersendiri bagi masyarakat karena harus urunan untuk menanggung biaya operasional sebesar Rp14.000 per kepala keluarga setiap malam.
Di sisi lain, sumber penerangan tersebut tak ramah lingkungan karena menghasilkan asap yang dapat mengganggu kesehatan warga dan lingkungan setempat.
Namun, kehadiran PLTS telah membebaskan masyarakat di Pulau Messah dari penggunaan energi fosil menuju energi hijau dari tenaga surya yang menghasilkan penerangan listrik selama 24 jam.
PLN memberlakukan tarif yang sama untuk semua pelanggan di pulau itu. Masyarakat hanya membutuhkan Rp20.000-Rp50.000 per bulan untuk mengisi token listrik mereka.
Akses terhadap energi listrik yang memadai, telah memacu aktivitas masyarakat di Pulau Messah yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pun tumbuh seperti warung kelontong, kios pulsa dan lainnya hingga anak-anak sekolah juga bisa belajar dengan optimal di malam hari.
Seorang warga Pulau Messah, Basgun (51) mengaku gembira dengan adanya akses listrik yang memadai dari PLTS yang telah menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat setempat.
Baca juga: Artikel - Mengenal NTT yang terus bergerak wujudkan energi hijau berkelanjutan
Banyak nelayan juga sudah membeli mesin pendingin (freezer) untuk mengawetkan hasil tangkapan dari laut serta warga lainnya juga memproduksi minuman dingin.
"Saya sendiri juga sudah membeli beberapa peralatan listrik untuk mendukung aktivitas rumah tangga," katanya.
Di sisi lain, Basgun menilai pemanfaatan listrik dari PLTS merupakan hal yang istimewa bagi masyarakat setempat karena sudah lebih menikmati Energi Baru Terbarukan (EBT) dibandingkan dengan masyarakat di daerah lainnya yang masih mengandalkan listrik dari sumber pembangkit konvensional.
Proyek PLTS di Pulau Messah seyogyanya juga merupakan strategi PLN untuk meningkatkan bauran EBT di wilayah Pulau Flores yang tercatat per Maret 2022 sebesar 15,24 persen berupa pemanfaatan energi surya, panas bumi, dan air.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan pihaknya terus mendorong peningkatan bauran EBT di Tanah Air termasuk di NTT yang memiliki potensi yang cukup melimpah.
Pembangunan pembangkit EBT baru merupakan bagian dari langkah menuju transisi energi hijau berkelanjutan.
Komitmen
Transisi energi merupakan salah satu isu krusial yang diangkat dalam pertemuan kedua Sherpa G20 di Labuan Bajo selama 9-13 Juli 2022 yang dihadiri secara langsung delegasi 19 negara anggota G20, 9 negara undangan, dan 10 organisasi internasional. Satu negara anggota G20 yang hadir virtual yakni Amerika Serikat.
Dalam pembahasan itu, Pemerintah Indonesia menyatakan berkomitmen kuat untuk terus meningkatkan atau mempercepat transisi energi dengan memprioritaskan pada tiga aspek yaitu energi, teknologi, dan pendanaan.
Dalam percepatan transisi energi dari fosil ke energi bersih, pemerintah berkomitmen tetap menjamin akses energi yang cukup bagi masyarakat, Staf Ahli Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Priadi.
Di aspek energi, Pemerintah Indonesia mendorong agar kondisi elektrifikasi di dunia terus ditingkatkan termasuk aktivitas masyarakat yang menggunakan energi bersih seperti saat memasak (clean cooking).
Masyarakat yang sudah menggunakan gas minyak cair atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau kompor listrik sudah termasuk kategori clean cooking, tetapi masih banyak masyarakat di dunia belum menggunakannya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan terutama ibu dan anak.
Sementara itu aspek teknologi juga menjadi perhatian untuk terus diperbaharui dari yang tersedia seperti hydro, solar cell, geothermal.
Dalam proses transisi energi diperlukan pengembangan teknologi baru seperti hidrogen, arus laut, dan storage untuk menyimpan energi seperti baterai.
Selain itu, juga dibutuhkan pendanaan yang memadai untuk pembangunan proyek pembangkit energi baru di mana-mana untuk menghasilkan energi efisiensi.
Baca juga: Artikel - Pemanfaatan FABA di Flores dorong inovasi energi di Indonesia
Masalah pendanaan ini dianggap sebagai soal yang pelik terutama di negara berkembang sehingga melalui Sherpa G20 diharapkan adanya konsensus bersama untuk mencari solusi terbaik.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan transisi energi dengan membangun berbagai pembangkit EBT sesuai potensi di daerah-daerah, salah satunya PLTS di Pulau Messah.
Di NTT, infrastruktur PLTS serupa sudah tersebar di beberapa daerah lain seperti di Pulau Kojadoi Kabupaten Sikka, Pulau Alor, dan Pulau Sumba, serta proyek pembangkit EBT lainnya yang sudah dilakukan studi kelayakan.
Proyek-proyek EBT juga dibangun di berbagai daerah di Tanah Air berupa pembangkit tenaga angin, tenaga air, dan lainnya yang mencerminkan langkah nyata Indonesia terus bergerak menuju penggunaan energi hijau secara masif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengenal PLTS Pulau Messah jadi contoh transisi energi di G20
Setelah menempuh perjalanan laut menggunakan speed boath sekitar 30 menit dari pelabuhan laut di Kota Labuan Bajo, sejumlah delegasi seperti dari India, Italia, dan Fiji menginjakkan kaki di Pulau Messah untuk meninjau infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Ratusan panel surya yang dibangun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN (Persero) menancap kokoh di sebagian sisi pulau yang mencerminkan langkah nyata Pemerintah Indonesia melakukan transisi energi dengan memanfaatkan potensi panas matahari.
PLTS yang menghasilkan energi listrik dengan kapasitas sebesar 530 kiloWatt peak (kWp) telah menerangi sekitar 2.000 warga di Pulau Messah sejak 2019.
Sebelumnya hadirnya PLTS, masyarakat pulau itu mengandalkan penerangan dengan lampu teplok dengan bahan bakar minyak. Warga setempat juga sempat membeli genset listrik untuk digunakan secara komunal.
Penggunaan genset itu menjadi beban tersendiri bagi masyarakat karena harus urunan untuk menanggung biaya operasional sebesar Rp14.000 per kepala keluarga setiap malam.
Di sisi lain, sumber penerangan tersebut tak ramah lingkungan karena menghasilkan asap yang dapat mengganggu kesehatan warga dan lingkungan setempat.
Namun, kehadiran PLTS telah membebaskan masyarakat di Pulau Messah dari penggunaan energi fosil menuju energi hijau dari tenaga surya yang menghasilkan penerangan listrik selama 24 jam.
PLN memberlakukan tarif yang sama untuk semua pelanggan di pulau itu. Masyarakat hanya membutuhkan Rp20.000-Rp50.000 per bulan untuk mengisi token listrik mereka.
Akses terhadap energi listrik yang memadai, telah memacu aktivitas masyarakat di Pulau Messah yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pun tumbuh seperti warung kelontong, kios pulsa dan lainnya hingga anak-anak sekolah juga bisa belajar dengan optimal di malam hari.
Seorang warga Pulau Messah, Basgun (51) mengaku gembira dengan adanya akses listrik yang memadai dari PLTS yang telah menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat setempat.
Baca juga: Artikel - Mengenal NTT yang terus bergerak wujudkan energi hijau berkelanjutan
Banyak nelayan juga sudah membeli mesin pendingin (freezer) untuk mengawetkan hasil tangkapan dari laut serta warga lainnya juga memproduksi minuman dingin.
"Saya sendiri juga sudah membeli beberapa peralatan listrik untuk mendukung aktivitas rumah tangga," katanya.
Di sisi lain, Basgun menilai pemanfaatan listrik dari PLTS merupakan hal yang istimewa bagi masyarakat setempat karena sudah lebih menikmati Energi Baru Terbarukan (EBT) dibandingkan dengan masyarakat di daerah lainnya yang masih mengandalkan listrik dari sumber pembangkit konvensional.
Proyek PLTS di Pulau Messah seyogyanya juga merupakan strategi PLN untuk meningkatkan bauran EBT di wilayah Pulau Flores yang tercatat per Maret 2022 sebesar 15,24 persen berupa pemanfaatan energi surya, panas bumi, dan air.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan pihaknya terus mendorong peningkatan bauran EBT di Tanah Air termasuk di NTT yang memiliki potensi yang cukup melimpah.
Pembangunan pembangkit EBT baru merupakan bagian dari langkah menuju transisi energi hijau berkelanjutan.
Komitmen
Transisi energi merupakan salah satu isu krusial yang diangkat dalam pertemuan kedua Sherpa G20 di Labuan Bajo selama 9-13 Juli 2022 yang dihadiri secara langsung delegasi 19 negara anggota G20, 9 negara undangan, dan 10 organisasi internasional. Satu negara anggota G20 yang hadir virtual yakni Amerika Serikat.
Dalam pembahasan itu, Pemerintah Indonesia menyatakan berkomitmen kuat untuk terus meningkatkan atau mempercepat transisi energi dengan memprioritaskan pada tiga aspek yaitu energi, teknologi, dan pendanaan.
Dalam percepatan transisi energi dari fosil ke energi bersih, pemerintah berkomitmen tetap menjamin akses energi yang cukup bagi masyarakat, Staf Ahli Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Priadi.
Di aspek energi, Pemerintah Indonesia mendorong agar kondisi elektrifikasi di dunia terus ditingkatkan termasuk aktivitas masyarakat yang menggunakan energi bersih seperti saat memasak (clean cooking).
Masyarakat yang sudah menggunakan gas minyak cair atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau kompor listrik sudah termasuk kategori clean cooking, tetapi masih banyak masyarakat di dunia belum menggunakannya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan terutama ibu dan anak.
Sementara itu aspek teknologi juga menjadi perhatian untuk terus diperbaharui dari yang tersedia seperti hydro, solar cell, geothermal.
Dalam proses transisi energi diperlukan pengembangan teknologi baru seperti hidrogen, arus laut, dan storage untuk menyimpan energi seperti baterai.
Selain itu, juga dibutuhkan pendanaan yang memadai untuk pembangunan proyek pembangkit energi baru di mana-mana untuk menghasilkan energi efisiensi.
Baca juga: Artikel - Pemanfaatan FABA di Flores dorong inovasi energi di Indonesia
Masalah pendanaan ini dianggap sebagai soal yang pelik terutama di negara berkembang sehingga melalui Sherpa G20 diharapkan adanya konsensus bersama untuk mencari solusi terbaik.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan transisi energi dengan membangun berbagai pembangkit EBT sesuai potensi di daerah-daerah, salah satunya PLTS di Pulau Messah.
Di NTT, infrastruktur PLTS serupa sudah tersebar di beberapa daerah lain seperti di Pulau Kojadoi Kabupaten Sikka, Pulau Alor, dan Pulau Sumba, serta proyek pembangkit EBT lainnya yang sudah dilakukan studi kelayakan.
Proyek-proyek EBT juga dibangun di berbagai daerah di Tanah Air berupa pembangkit tenaga angin, tenaga air, dan lainnya yang mencerminkan langkah nyata Indonesia terus bergerak menuju penggunaan energi hijau secara masif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengenal PLTS Pulau Messah jadi contoh transisi energi di G20