Kupang (ANTARA) - Komnas Perempuan mendorong aparat kepolisian menerapkan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dalam pengusutan kasus kekerasan seksual oleh calon pendeta SAS kepada belasan anak di Alor, NTT.
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriani kepada ANTARA saat dihubungi dari Kupang, Minggu, (11/9/2022) mengatakan bahwa UU TPKS dapat digunakan dalam pengusutan kasus tersebut serta pendampingan korban.
“Kami sudah dengar kasus ini, dan kami mendorong agar polisi dalam pengusutan kasus ini menggunakan UU TPKS,” katanya.
Dia mengapresiasi upaya dari masyarakat sipil yang memberikan pendampingan kepada para korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS.
Disamping itu juga ia mengapresiasi upaya masyarakat sipil di kabupaten itu yang terus mendorong kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan UU TPKS pendampingan dilakukan oleh pengadaan layanan, dalam hal ini terutama oleh UPTD P2TP2A.
Pihaknya mengusulkan penggunaan UU tersebut karena UU itu dapat memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Komnas Perempuan sendiri ujar dia, mempunyai peran dalam pemantauan pada proses implementasi UU tersebut. Dan dia berharap agar dalam prosesnya UU itu diterapkan.
Hingga kini sudah ada 12 korban kasus kekerasan seksual yang sudah melapor ke kepolisian. Aparat kepolisian setempat juga sudah menangkap dan menahan tersangka.
Polisi masih terus mengusut dan menyelidiki kasus itu untuk mencari tahu apakah ada korban lain lagi, akibat perbuatan tak terpuji yang dilakukan oleh SAS.
Baca juga: BKBH Unram melapor ulang kasus pelecehan mahasiswi ke Polda NTB
Baca juga: Komnas Perempuan: Kasus kekerasan seksual selama 2019 capai 4.898
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komnas Perempuan dorong penerapan UU TPKS dalam kasus di Alor