Kupang (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebutkan pengiriman uang dari 2.000 pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur setiap tahun mencapai Rp140 miliar.
"Dana yang masuk ke NTT setiap tahun Rp140 miliar yang bersumber dari dana kiriman para pekerja asal NTT yang bekerja di luar negeri. Dana ini bukan angka yang kecil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat NTT," kata Benny Rhamdani saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Maranatha Kupang, Senin, (18/9/2023).
Benny Rhamdani berada di lembaga pendidikan itu sebagai pembicara tentang peluang kerja di luar negeri bagi tenaga pendidikan kesehatan.
Ia mengatakan dana Rp140 miliar itu bersumber dari 2.000 orang pekerja asal NTT yang bekerja di luar negeri secara legal, seperti di Jerman, Malaysia, Jepang, dan Hong Kong.
Menurut dia, para pekerja migran yang bekerja di luar negeri secara resmi mendapat hak pekerja secara utuh, baik upah yang diterima pekerja, keselamatan pekerja, dan mendapat perlindungan negara. Semuanya terjamin.
"Sehingga tidak heran para pekerja itu mengirimkan uang kepada orang tua mereka di NTT dengan dana yang sangat fantastis bisa mencapai puluhan juta. Kontribusi para pekerja migran NTT di luar negeri dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah ini sangat besar melalui adanya aliran dana yang mencapai Rp140 miliar itu," kata Benny Rhamdani.
Apabila seorang pekerja migran bekerja di luar negeri secara ilegal, katanya, maka berdampak pada penerimaan upah tidak sesuai ketentuan, bahkan cenderung mendapat perlakuan kurang manusiawi, seperti pelecehan seksual, tindak penganiayaan, serta tidak menerima upah seperti yang dijanjikan majikan.
Menurut dia, dari 420 orang pekerja migran Indonesia asal Provinsi NTT yang meninggal dunia selama tiga tahun terakhir sekitar 90 persen merupakan pekerja yang bekerja di luar negeri secara tidak prosedural.
Benny Rhamdani menambahkan peluang kerja di luar negeri bagi tenaga kesehatan sangat besar karena sejumlah negara, seperti Jepang, Jerman, dan Arab membutuhkan tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di sejumlah rumah sakit dengan pendapatan mencapai Rp20-Rp30 juta/bulan.
"Kami berharap para mahasiswa Stikes Maranatha yang ingin bekerja di luar negeri agar mempersiapkan diri secara baik dan harus memiliki kemampuan bahasa memadai sehingga lebih mudah beradaptasi dalam lingkungan kerja di negara tujuan," kata Benny Rhamdani di hadapan ratusan mahasiswa Stikes Maranatha.
Baca juga: BP2MI: Tiga jenazah PMI NTT dari Malaysia dipulangkan
Benny Rhamdani berharap para mahasiswa membantu pemerintah dalam mengedukasi warga untuk tidak mudah percaya terhadap ajakan oknum-oknum tertentu yang mengajak warga desa untuk bekerja di luar negeri secara ilegal dengan iming-iming gaji besar.
Baca juga: Imigrasi gratiskan pembuatan paspor bagi PMI
Peran mahasiswa dalam mencegah terjadinya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sangat penting guna mencegah semakin banyak warga NTT yang menjadi korban perdagangan orang, katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BP2MI: Pengiriman uang tenaga kerja ke NTT capai Rp140 miliar/tahun
"Dana yang masuk ke NTT setiap tahun Rp140 miliar yang bersumber dari dana kiriman para pekerja asal NTT yang bekerja di luar negeri. Dana ini bukan angka yang kecil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat NTT," kata Benny Rhamdani saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Maranatha Kupang, Senin, (18/9/2023).
Benny Rhamdani berada di lembaga pendidikan itu sebagai pembicara tentang peluang kerja di luar negeri bagi tenaga pendidikan kesehatan.
Ia mengatakan dana Rp140 miliar itu bersumber dari 2.000 orang pekerja asal NTT yang bekerja di luar negeri secara legal, seperti di Jerman, Malaysia, Jepang, dan Hong Kong.
Menurut dia, para pekerja migran yang bekerja di luar negeri secara resmi mendapat hak pekerja secara utuh, baik upah yang diterima pekerja, keselamatan pekerja, dan mendapat perlindungan negara. Semuanya terjamin.
"Sehingga tidak heran para pekerja itu mengirimkan uang kepada orang tua mereka di NTT dengan dana yang sangat fantastis bisa mencapai puluhan juta. Kontribusi para pekerja migran NTT di luar negeri dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah ini sangat besar melalui adanya aliran dana yang mencapai Rp140 miliar itu," kata Benny Rhamdani.
Apabila seorang pekerja migran bekerja di luar negeri secara ilegal, katanya, maka berdampak pada penerimaan upah tidak sesuai ketentuan, bahkan cenderung mendapat perlakuan kurang manusiawi, seperti pelecehan seksual, tindak penganiayaan, serta tidak menerima upah seperti yang dijanjikan majikan.
Menurut dia, dari 420 orang pekerja migran Indonesia asal Provinsi NTT yang meninggal dunia selama tiga tahun terakhir sekitar 90 persen merupakan pekerja yang bekerja di luar negeri secara tidak prosedural.
Benny Rhamdani menambahkan peluang kerja di luar negeri bagi tenaga kesehatan sangat besar karena sejumlah negara, seperti Jepang, Jerman, dan Arab membutuhkan tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di sejumlah rumah sakit dengan pendapatan mencapai Rp20-Rp30 juta/bulan.
"Kami berharap para mahasiswa Stikes Maranatha yang ingin bekerja di luar negeri agar mempersiapkan diri secara baik dan harus memiliki kemampuan bahasa memadai sehingga lebih mudah beradaptasi dalam lingkungan kerja di negara tujuan," kata Benny Rhamdani di hadapan ratusan mahasiswa Stikes Maranatha.
Baca juga: BP2MI: Tiga jenazah PMI NTT dari Malaysia dipulangkan
Benny Rhamdani berharap para mahasiswa membantu pemerintah dalam mengedukasi warga untuk tidak mudah percaya terhadap ajakan oknum-oknum tertentu yang mengajak warga desa untuk bekerja di luar negeri secara ilegal dengan iming-iming gaji besar.
Baca juga: Imigrasi gratiskan pembuatan paspor bagi PMI
Peran mahasiswa dalam mencegah terjadinya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sangat penting guna mencegah semakin banyak warga NTT yang menjadi korban perdagangan orang, katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BP2MI: Pengiriman uang tenaga kerja ke NTT capai Rp140 miliar/tahun