Kupang (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa berdasarkan rilis dari Badan pusat statistik Provinsi NTT, indeks harga konsumen (IHK) pada tiga kota di provinsi itu pada Oktober 2023 mengalami inflasi sebesar 0,42 persen month to month (mtm).
“Pada bulan sebelumnya justru mengalami deflasi sebesar 0,08 persen (mtm),” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia wilayah Nusa Tenggara Timur S. Donny Haetubun di Kupang, Sabtu.
Tiga kota tersebut yakni Kota Kupang inflasi sebesar 0,47 persen mtm, diikuti Waingapu dan Maumere yang juga mencatat inflasi masing-masing sebesar 0,30 persen dan 0,18 persen mtm.
Dia mengatakan bahwa tingkat inflasi tersebut lebih tinggi dari rata-rata bulan Oktober dalam tiga tahun terakhir yang tercatat inflasi sebesar 0,13 persen (average mtm), juga lebih tinggi dibandingkan Nasional yang pada Oktober 2023 mengalami inflasi sebesar 0,17 persen mtm.
Lebih lanjut ujar dia, secara tahunan, inflasi gabungan di Provinsi NTT sebesar 2,37 persen year on year (yoy) atau masih terjaga dalam rentang sasaran 3 atau kurang lebih satu persen serta lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat sebesar 2,56 persen yoy.
Dilihat dari sumbernya, sumbangan inflasi terbesar berasal dari kelompok komoditas transportasi yang memberikan andil inflasi sebesar 0,25 persen mtm.
Hal tersebut terutama disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara sejalan dengan pola historis menjelang akhir tahun. Selain itu, penyesuaian harga BBM non-subsidi per 1 Oktober 2023 turut mendorong inflasi kelompok transportasi.
Kemudian, kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga turut menyumbang inflasi. Beras sendiri menjadi faktor utama pendorong inflasi di tengah belum masuknya masa panen di sejumlah daerah pemasok.
“Selain itu, beberapa komoditas lainnya seperti sawi hijau, daging ayam ras, dan ikan kakap merah juga menjadi penyumbang inflasi kelompok. Andil komoditas penyumbang inflasi terbesar yakni beras,angkutan udara, sawi hijau, bensin, dan biaya print masing-masing sebesar 0,27 persen; 0,22 persen; 0,17 persen; 0,03 persen.
Inflasi yang lebih tinggi pada bulan Oktober 2023 tertahan oleh menurunnya harga beberapa komoditas, di antaranya tomat, ikan tembang, daging babi, ikan tongkol, dan sawi putih dengan andil masing-masing sebesar -0,08 persen, -0,06 persen; -0,04 persen; -0,04 persen; dan -0,03 persen.
BI juga mencatat komoditas hortikultura seperti tomat dan sawi putih masih melanjutkan penurunan harga seiring dengan kondisi curah hujan yang stabil mendukung produksi secara umum. Selain itu, hasil tangkapan nelayan yang terjaga sepanjang bulan Oktober juga menjadi penyebab deflasi komoditas ikan-ikan khususnya ikan tembang dan ikan tongkol.
Baca juga: BI NTT optimalkan peran pesantren untuk pengembangan pangan
Baca juga: BI dukung produksi pangan strategis lewat digital farming
“Pada bulan sebelumnya justru mengalami deflasi sebesar 0,08 persen (mtm),” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia wilayah Nusa Tenggara Timur S. Donny Haetubun di Kupang, Sabtu.
Tiga kota tersebut yakni Kota Kupang inflasi sebesar 0,47 persen mtm, diikuti Waingapu dan Maumere yang juga mencatat inflasi masing-masing sebesar 0,30 persen dan 0,18 persen mtm.
Dia mengatakan bahwa tingkat inflasi tersebut lebih tinggi dari rata-rata bulan Oktober dalam tiga tahun terakhir yang tercatat inflasi sebesar 0,13 persen (average mtm), juga lebih tinggi dibandingkan Nasional yang pada Oktober 2023 mengalami inflasi sebesar 0,17 persen mtm.
Lebih lanjut ujar dia, secara tahunan, inflasi gabungan di Provinsi NTT sebesar 2,37 persen year on year (yoy) atau masih terjaga dalam rentang sasaran 3 atau kurang lebih satu persen serta lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat sebesar 2,56 persen yoy.
Dilihat dari sumbernya, sumbangan inflasi terbesar berasal dari kelompok komoditas transportasi yang memberikan andil inflasi sebesar 0,25 persen mtm.
Hal tersebut terutama disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara sejalan dengan pola historis menjelang akhir tahun. Selain itu, penyesuaian harga BBM non-subsidi per 1 Oktober 2023 turut mendorong inflasi kelompok transportasi.
Kemudian, kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga turut menyumbang inflasi. Beras sendiri menjadi faktor utama pendorong inflasi di tengah belum masuknya masa panen di sejumlah daerah pemasok.
“Selain itu, beberapa komoditas lainnya seperti sawi hijau, daging ayam ras, dan ikan kakap merah juga menjadi penyumbang inflasi kelompok. Andil komoditas penyumbang inflasi terbesar yakni beras,angkutan udara, sawi hijau, bensin, dan biaya print masing-masing sebesar 0,27 persen; 0,22 persen; 0,17 persen; 0,03 persen.
Inflasi yang lebih tinggi pada bulan Oktober 2023 tertahan oleh menurunnya harga beberapa komoditas, di antaranya tomat, ikan tembang, daging babi, ikan tongkol, dan sawi putih dengan andil masing-masing sebesar -0,08 persen, -0,06 persen; -0,04 persen; -0,04 persen; dan -0,03 persen.
BI juga mencatat komoditas hortikultura seperti tomat dan sawi putih masih melanjutkan penurunan harga seiring dengan kondisi curah hujan yang stabil mendukung produksi secara umum. Selain itu, hasil tangkapan nelayan yang terjaga sepanjang bulan Oktober juga menjadi penyebab deflasi komoditas ikan-ikan khususnya ikan tembang dan ikan tongkol.
Baca juga: BI NTT optimalkan peran pesantren untuk pengembangan pangan
Baca juga: BI dukung produksi pangan strategis lewat digital farming