Lewoleba (ANTARA) - Dua perempuan paruh baya tampak menjunjung ember berukuran besar sambil berjalan kaki menuruni jalanan. Ember di atas kepala itu berisi setumpuk pakaian yang hendak dicuci di mata air Wai Kerata, Desa Nubahaeraka, Kecamatan Atadei, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berjarak 1 kilometer dari perkampungan.
Sejak puluhan tahun silam, masyarakat Kampung Waiwejak harus mengambil air dari dua sumber mata air yakni Wai Wuw dan Wai Kerata yang berada di lembah. Upaya mengatasi masalah akses air ini pernah dilakukan pada tahun 1992 dengan sistem hidran. Ada juga proyek serupa pada tahun 2018 menggunakan panel surya, namun tetap gagal.
Untuk mempermudah akses ke mata air, pemerintah desa membuat jalan rabat semen agar bisa dilewati oleh kendaraan roda dua dan empat. Mobil jenis pikap pun memuat drum air berukuran 200 liter dan menjual air yang diambil dari mata air Wai Kerata kepada warga kampung dengan harga Rp25 ribu.
Warga pun tak punya pilihan selain merogoh kocek untuk membeli air lebih dari satu drum. Pasalnya, kebutuhan warga desa untuk mandi, masak, dan kebutuhan lain lebih dari 200 liter. Jika tidak, masyarakat menadah air hujan saat musim hujan agar bisa mendapatkan air.
Setelah bertahun-tahun bertahan dalam situasi sulit yang dianggap normal itu, kini masyarakat bisa tersenyum bahagia. Tak ada lagi air mata kesedihan setelah mata air mengalir ke rumah-rumah warga.
Kegembiraan itu dimulai ketika Pemerintah Kabupaten Lembata menganggarkan dana Rp1,7 miliar pada Agustus 2023 untuk membangun jaringan perpipaan agar air bisa dipompa naik ke atas kampung. Pengerjaan proyek itu berlangsung selama 3 bulan. Tepatnya pada 25 Maret 2024 lalu, Pemerintah Kabupaten Lembata melakukan pembukaan keran air sebagai tanda air telah masuk ke kampung itu.
Air bersih
Program penyediaan air bersih dari mata air Wai Wuw yang berjarak 1,7 km dari pusat kampung itu memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II Tahun Anggaran 2023. Pihak ketiga melakukan beberapa pengerjaan di antaranya pembangunan tiga reservoir, jaringan distribusi, jaringan perpipaan dari mata air, dan penyediaan pompa mesin diesel.
Debit dari mata air Wai Wuw yang menjadi sumber aliran jaringan air bersih ini cukup besar yakni 15 liter per detik. Air dari mata air itu dipompa menggunakan mesin ke dua bak lain yang berada di perkampungan. Setelah cadangan air itu sampai pada bak tiga yang berada di bagian atas kampung, air akan disalurkan ke rumah-rumah menggunakan sambungan rumah dengan sistem gravitasi.
Sebanyak 327 jiwa dari 113 keluarga di desa itu dapat mengakses langsung air bersih di rumah masing-masing tanpa harus turun ke lokasi mata air.
Upaya distribusi ini melalui sambungan rumah pun kini dilakukan secara bertahap. Pemerintah Desa Nubahaeraka perlu memanfaatkan dana desa untuk mengalirkan air ke dusun terjauh yang berjarak 1,2 km dari pusat kampung. Dana yang disiapkan pun lebih kurang sebesar Rp800 juta untuk sambungan pipa ke rumah-rumah warga. Untuk sementara ini, warga masih mengambil air pada bak penampungan atau pipa yang berada di kantor desa.
Pemerintah Desa Nubahaeraka telah menyiapkan rencana jangka panjang pemanfaatan air. Nantinya ada pengelolaan retribusi air dari setiap warga. Pemerintah desa telah mengusulkan sembilan orang pengelola yang terdiri dari dua operator air dan tujuh pengelola.
Tugas dari operator adalah menjaga bangunan dan memastikan sistem buka tutup air yang baik di wilayah itu, sedangkan tugas para pengelola lain berkaitan dengan administrasi dan pemeliharaan.
Untuk 1 tahun pertama, pemeliharaan jaringan distribusi air masih diambil-alih oleh Pemerintah Kabupaten Lembata. Nantinya, pengelolaan dan pemeliharaan akan ditangani langsung oleh masyarakat.
Proyek air bersih ini tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat Desa Nubahaeraka. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata mencatat ada lima desa lain juga yang akan menikmati air dari mata air Wai Wuw yakni Desa Lusilame, Lewogroma, Nuba Atalojo, Atakore, dan Lerek. Namun, distribusi air ke lima desa dengan jumlah penduduk mencapai 2.000-an jiwa itu menanti kesiapan dari masing-masing desa karena berkaitan dengan anggaran untuk jaringan perpipaan.
Pemerintah Desa Nubahaeraka menyadari pentingnya melestarikan alam agar debit air tidak berkurang. Masyarakat kampung pun menjaga hutan tutupan yang menjadi sumber dari mata air itu agar tidak ada penebangan pohon yang dapat merusak wilayah hutan. Hal itu telah dianggap keramat sehingga tidak ada aktivitas penebangan pohon secara sengaja dan asal-asalan. Mereka meyakini bahwa alam memberikan mereka air kehidupan sehingga harus dibalas pula dengan menjaga alam.
Komitmen Pemerintah
Pemerintah Kabupaten Lembata menyatakan komitmen penuh untuk menyediakan infrastruktur dasar bagi masyarakat. Berbagai upaya dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata untuk membuka akses air bersih, baik melalui pembangunan jaringan perpipaan, sumur bor, hingga sambungan rumah.
Pada tahun 2024 ini, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata melakukan pembangunan sumur bor di wilayah Labanobol, Kecamatan Nubatukan karena masih menjadi wilayah yang tidak memiliki air bersih.
Selanjutnya pemerintah daerah memanfaatkan dana alokasi khusus senilai Rp8 miliar lebih untuk membangun 950 sambungan rumah di 16 desa pada tahun 2024.
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata berkomitmen untuk menghadirkan solusi bagi permasalahan air di masyarakat. Apabila ada jaringan yang mengalami kerusakan, Pemerintah siap untuk memperbaikinya.
Kini, Pemerintah Desa Nubahaeraka juga telah menyiapkan berbagai rencana ke depan untuk memanfaatkan air bersih yang sudah dapat diakses dengan mudah.
Baca juga: Artikel - Aliran SPAM Kali Dendeng ringankan beban warga Kupang
Pemerintah desa akan mendorong warga menanam aneka tanaman seperti cabai, tomat, dan sayur di pekarangan rumah masing-masing. Pemerintah desa mendorong agar adanya kebun-kebun produktif warga yang terbentuk berkat kemudahan akses air ini.
Baca juga: Artikel - Menyusuri jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin
Baca juga: Artikel - Memetik makna dari nestapa bencana
Selain itu, pemerintah desa ingin membuat kolam dan tempat pemandian air panas di sekitar mata air. Hal itu dilakukan untuk mendorong adanya pendapatan bagi desa.
Air alam yang mengalir ke rumah-rumah bukan hanya memberi kegembiraan warga. Lebih dari itu, berkat aliran air bersih itu, kini warga bisa menatap masa depan yang lebih menjanjikan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tak ada lagi air mata setelah mata air mengalir di Waiwejak