Kupang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nusa Tenggara Timur menyebutkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir mulai dari tahun 2020 hingga 22 Juli 2024 jumlah pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di daerah itu mencapai 173 KIK.
"NTT kaya dengan potensi Kekayaan Intelektual Komunal dan personal KI yang wajib dilindungi dan dilestarikan agar tidak punah," kata Kakanwil Kemenkumham NTT Marciana D Jone di Kupang, Rabu, (24/7).
Dia mengatakan bahwa potensi KIK di NTT saat ini sesuai data Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi NTT terdapat 1.728 KIK dan terbanyak adalah Ekspresi Budaya Tradisional seperti manuskrip, tradisi lisan, upacara adat, ritus dan seni.
dan
Dia mengatakan bahwa 173 KIK yang sudah tercatat itu terdiri atas 149 ekspresi budaya tradisional, 20 pengetahuan tradisional, satu sumber daya genetik, dan tiga potensi indikasi geografis.
Kepala Bagian Umum Kanwil Kemenkumham NTT Erni Mamo mengatakan bahwa jumlah KIK yang ada di NTT ini banyak dan sulit untuk didata.
"Karena memang di NTT ini setiap daerah atau Kabupaten memiliki beragam KIK dan kadang hanya satu atau dua KIK saja yang tercatat dari satu kabupaten," ujar dia.
Hal ini karena masih minimnya kesadaran untuk melakukan pendaftaran sehingga bisa tercatat.
Lebih lanjut Kakanwil Kemenkumham Marciana juga membahas soal tematik indikasi geografis di mana di NTT ini baru 12 indikasi geografis yang terdaftar.
Beberapa di antaranya adalah Kopi Arabika Flores Manggarai, Kopi Arabika Flores Bajawa, Tenun Ikat Sikka, Jeruk Soe Mollo, Vanili Kepulauan Alor, Tenun Songket Alor, Tenun Ikat Alor, Gula Lontar Rote, Kopi Robusta Flores Manggarai, Tenun Ikat Flores Timur, Tenun Ikat Fehan Malaka, dan Tenun Ikat Ngada.
Pihaknya secara khusus mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTT melalui Disperindag dan Dekranasda Provinsi NTT yang sejak tahun 2019 telah memberikan perhatian khusus terhadap KIK, khususnya indikasi geografis tenun ikat.
"Salah satu upaya yang dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis (MPIG) di 19 kabupaten dan melakukan sosialisasi KI," tambah dia.
Dia menambahkan bahwa selain enam tenun ikat yang sudah terdaftar terdapat empat indikasi geografis tenun ikat berstatus sedang/selesai masa pengumuman dan persiapan pemeriksaan substantif serta enam indikasi geografis tenun ikat dalam tahap verifikasi.
Baca juga: Kemenkumham NTT sebut baru 173 KIK di NTT yang tercatat
“Perlindungan indikasi geografis penting dilakukan untuk melindungi produk-produk lokal dari penjiplakan, serta memberikan nilai tambah secara ekonomi dan dapat meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional maupun internasional," imbuhnya.
Baca juga: Kemenkumham beri remisi hari anak bagi 20 anak NTT
Baca juga: Kakanwil Kemenkumham NTT harapkan petugas Rudenim sering-sering ajak imigran bicara
Menurut Marciana, Pemda dan Dekranasda NTT tidak hanya membantu memfasilitasi pendaftaran IG sebagai bagian dari KIK. Tapi juga mengalokasikan anggaran untuk pendaftaran KI Personal seperti merek, khususnya melalui Disperindag dan Disparekraf NTT.
"NTT kaya dengan potensi Kekayaan Intelektual Komunal dan personal KI yang wajib dilindungi dan dilestarikan agar tidak punah," kata Kakanwil Kemenkumham NTT Marciana D Jone di Kupang, Rabu, (24/7).
Dia mengatakan bahwa potensi KIK di NTT saat ini sesuai data Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi NTT terdapat 1.728 KIK dan terbanyak adalah Ekspresi Budaya Tradisional seperti manuskrip, tradisi lisan, upacara adat, ritus dan seni.
dan
Dia mengatakan bahwa 173 KIK yang sudah tercatat itu terdiri atas 149 ekspresi budaya tradisional, 20 pengetahuan tradisional, satu sumber daya genetik, dan tiga potensi indikasi geografis.
Kepala Bagian Umum Kanwil Kemenkumham NTT Erni Mamo mengatakan bahwa jumlah KIK yang ada di NTT ini banyak dan sulit untuk didata.
"Karena memang di NTT ini setiap daerah atau Kabupaten memiliki beragam KIK dan kadang hanya satu atau dua KIK saja yang tercatat dari satu kabupaten," ujar dia.
Hal ini karena masih minimnya kesadaran untuk melakukan pendaftaran sehingga bisa tercatat.
Lebih lanjut Kakanwil Kemenkumham Marciana juga membahas soal tematik indikasi geografis di mana di NTT ini baru 12 indikasi geografis yang terdaftar.
Beberapa di antaranya adalah Kopi Arabika Flores Manggarai, Kopi Arabika Flores Bajawa, Tenun Ikat Sikka, Jeruk Soe Mollo, Vanili Kepulauan Alor, Tenun Songket Alor, Tenun Ikat Alor, Gula Lontar Rote, Kopi Robusta Flores Manggarai, Tenun Ikat Flores Timur, Tenun Ikat Fehan Malaka, dan Tenun Ikat Ngada.
Pihaknya secara khusus mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTT melalui Disperindag dan Dekranasda Provinsi NTT yang sejak tahun 2019 telah memberikan perhatian khusus terhadap KIK, khususnya indikasi geografis tenun ikat.
"Salah satu upaya yang dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis (MPIG) di 19 kabupaten dan melakukan sosialisasi KI," tambah dia.
Dia menambahkan bahwa selain enam tenun ikat yang sudah terdaftar terdapat empat indikasi geografis tenun ikat berstatus sedang/selesai masa pengumuman dan persiapan pemeriksaan substantif serta enam indikasi geografis tenun ikat dalam tahap verifikasi.
Baca juga: Kemenkumham NTT sebut baru 173 KIK di NTT yang tercatat
“Perlindungan indikasi geografis penting dilakukan untuk melindungi produk-produk lokal dari penjiplakan, serta memberikan nilai tambah secara ekonomi dan dapat meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional maupun internasional," imbuhnya.
Baca juga: Kemenkumham beri remisi hari anak bagi 20 anak NTT
Baca juga: Kakanwil Kemenkumham NTT harapkan petugas Rudenim sering-sering ajak imigran bicara
Menurut Marciana, Pemda dan Dekranasda NTT tidak hanya membantu memfasilitasi pendaftaran IG sebagai bagian dari KIK. Tapi juga mengalokasikan anggaran untuk pendaftaran KI Personal seperti merek, khususnya melalui Disperindag dan Disparekraf NTT.