Kupang (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Nusa Tenggara Timur menyatakan Program Land4lives kerja sama Pemprov NTT dengan ICRAF mendukung pelaksanaan ekonomi hijau.
"Hal ini karena di saat kita sedang mengembangkan perekonomian kita, tetapi kita tidak kesampingkan faktor lingkungan," kata Kabid Infrastruktur dan Kewilayahan Bapperida NTT Yohanes Paut di Kupang, Kamis, (3/10).
Hal ini disampaikannya di sela-sela kegiatan acara Ekspose Land4Lives atau #LahanuntukKehidupan yang bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan bentang lahan yang berkelanjutan guna meningkatkan ketahanan iklim bagi masyarakat lokal.
Menurut dia, program Land4lives yang sudah berjalan selama tiga tahun dan akan berlanjut hingga 2026 itu setidaknya bisa diterapkan juga di wilayah lain di NTT.
Hal ini mengingat dampak perubahan iklim tidak hanya terjadi di wilayah kabupaten TTS yang merupakan daerah binaan ICRAF tetapi juga hampir di seluruh wilayah NTT.
ICRAF juga sebelumnya pada pertengahan 2023 melalui kegiatan Sustainable Landscapes for Climate Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) yang didanai oleh Global Affair Canada telah menyelenggarakan Kick-off Perencanaan Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang Berketahanan Iklim, Pangan dan Responsif Gender.
Kegiatan itu ditujukan untuk memberikan pemahaman bersama terhadap pentingnya penyusunan Perencanaan Pertumbuhan Ekonomi Hijau (Green Growth Plan/GGP) NTT bagi pembangunan daerah.
Lebih lanjut kata dia pelaksanaan Program Land4lives sendiri diyakini akan terus dilakukan di lokasi yang menjadi binaan ICRAF walaupun terjadi pergantian Kepala Daerah.
"Kami sudah menyusunnya melalui RPJMD teknokratik yang diharapkan agar kepala daerah dapat menjadi pedoman bagi calon kepala daerah untuk Menyusun visi misinya agar tidak keluar dari RPJMD teknokratik yang sudah ditetapkan melalui Kepres itu," ujar dia.
Oleh karena itu dia mengharapkan agar siapapun kepala daerah yang baru harus menjalankan kesepakatan yang sudah ditanda-tangani yang juga merupakan indeks ekonomi hijau yang juga indikator penurunan prevalensi ketidakcukupan pangan.
"Jadi apa yang sudah diberikan oleh ICRAF merupakan embrio yang kemudian bisa diterapkan di lokasi atau daerah yang ada di daerah masing-masing," ujar dia.
Baca juga: ICRAF Indonesia bina 36 desa di TTS tetap eksis di tengah perubahan iklim
Baca juga: Opini - Transisi energi berkeadilan dalam perspektif spiritualitas keagamaan
"Hal ini karena di saat kita sedang mengembangkan perekonomian kita, tetapi kita tidak kesampingkan faktor lingkungan," kata Kabid Infrastruktur dan Kewilayahan Bapperida NTT Yohanes Paut di Kupang, Kamis, (3/10).
Hal ini disampaikannya di sela-sela kegiatan acara Ekspose Land4Lives atau #LahanuntukKehidupan yang bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan bentang lahan yang berkelanjutan guna meningkatkan ketahanan iklim bagi masyarakat lokal.
Menurut dia, program Land4lives yang sudah berjalan selama tiga tahun dan akan berlanjut hingga 2026 itu setidaknya bisa diterapkan juga di wilayah lain di NTT.
Hal ini mengingat dampak perubahan iklim tidak hanya terjadi di wilayah kabupaten TTS yang merupakan daerah binaan ICRAF tetapi juga hampir di seluruh wilayah NTT.
ICRAF juga sebelumnya pada pertengahan 2023 melalui kegiatan Sustainable Landscapes for Climate Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) yang didanai oleh Global Affair Canada telah menyelenggarakan Kick-off Perencanaan Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang Berketahanan Iklim, Pangan dan Responsif Gender.
Kegiatan itu ditujukan untuk memberikan pemahaman bersama terhadap pentingnya penyusunan Perencanaan Pertumbuhan Ekonomi Hijau (Green Growth Plan/GGP) NTT bagi pembangunan daerah.
Lebih lanjut kata dia pelaksanaan Program Land4lives sendiri diyakini akan terus dilakukan di lokasi yang menjadi binaan ICRAF walaupun terjadi pergantian Kepala Daerah.
"Kami sudah menyusunnya melalui RPJMD teknokratik yang diharapkan agar kepala daerah dapat menjadi pedoman bagi calon kepala daerah untuk Menyusun visi misinya agar tidak keluar dari RPJMD teknokratik yang sudah ditetapkan melalui Kepres itu," ujar dia.
Oleh karena itu dia mengharapkan agar siapapun kepala daerah yang baru harus menjalankan kesepakatan yang sudah ditanda-tangani yang juga merupakan indeks ekonomi hijau yang juga indikator penurunan prevalensi ketidakcukupan pangan.
"Jadi apa yang sudah diberikan oleh ICRAF merupakan embrio yang kemudian bisa diterapkan di lokasi atau daerah yang ada di daerah masing-masing," ujar dia.
Baca juga: ICRAF Indonesia bina 36 desa di TTS tetap eksis di tengah perubahan iklim
Baca juga: Opini - Transisi energi berkeadilan dalam perspektif spiritualitas keagamaan