Kupang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, membatasi lalu lintas ternak babi di dalam daerah setempat untuk mencegah serangan penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika di daerah itu tidak meluas.
"Kami membatasi lalu lintas ternak antar kecamatan, antar desa, karena serangan penyakit ASF ini lebih banyak muncul dari aktivitas penjualan ternak di dalam wilayah Sikka," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaen Sikka Mauritz Da Cuncha, ketika dihubungi dari Kupang, Jumat, (17/7).
Baca juga: Puluhan ribu ternak babi di NTT mati terserang virus ASF
Ia mengatakan, pemerintah daerah melalui surat edaran Bupati Sikka yang dikeluarkan pada pekan lalu juga telah mengatur agar ternak babi untuk sementara ini jangan dijual di pasar-pasar hewan yang ada di Sikka.
Mauritz Da Cuncha menjelaskan upaya pembatasan ini penting dilakukan karena salah satu penyebab utama penyebaran penyakit ASF di Sikka yakni melalui jual-beli ternak babi di pasar.
"Ada warga yang beli babi di Pasar Alok kemudian pulang dan dibawa ke kandangnya di Kecamatan Nita lalu terkena. Kemudian juga lewat daging yang dibeli di pasar untuk dikonsumsi dan sisa makanan diberikan ke ternak mereka. Pola penularannya seperti ini sehingga lalu lintas ternak perlu dibatasi," katanya.
Ia mencatat hingga Kamis (16/7) jumlah kasus kematian babi di Sikka akibat terserang penyakit ASF mencapai 460 ekor berdasarkan data laporan masyarakat maupun tim dari dinas yang diterjunkan ke lapangan.
Baca juga: Cegah virus ASF, Pasokan ternak babi dilarang masuk Flores Timur
Pihaknya memperkirakan kasus kematian babi kemungkinan lebih banyak dari jumlah yang tercatat karena banyak masyarakat yang tidak memberikan laporan ketika ternak babinya mati.
Mauritz Da Cuncha menjelaskan, penyakit ASF lebih dominan menyerang ternak babi milik warga di Kecamatan Lela dan Kecamatan Ile Bura yang selama ini dipasok ke pasar-pasar di daerah setempat.
"Sementara kasus kematian babi yang dipelihara terpisah di rumah-rumah warga dengan jumlah satu, dua ekor itu jarang terkena," katanya.
Ia menambahkan dengan fenomena penularan seperti ini maka pemerintah daerah membatasi lalu lintas ternak babi di dalam daerah untuk menekan dampak penularan agar tidak semakin meluas.
Selain itu, pihaknya juga terus mengimbau agar masyarakat memperbaiki cara pemeliharaan ternak babi dengan memberikan makanan yang bernutrisi bagus dan rutin membersihkan kandang.
Baca juga: Pemerintah tutup lalu lintas ternak babi dari dan ke NTT
"Penyakit ASF ini tidak menyerang manusia tetapi penularannya sangat ganas dan bisa membunuh babi-babi dalam satu kandang secara cepat dan belum ada vaksinnya sehingga upaya yang perlu dilakukan, yaitu meningkatkan pencegahan," katanya.*
"Kami membatasi lalu lintas ternak antar kecamatan, antar desa, karena serangan penyakit ASF ini lebih banyak muncul dari aktivitas penjualan ternak di dalam wilayah Sikka," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaen Sikka Mauritz Da Cuncha, ketika dihubungi dari Kupang, Jumat, (17/7).
Baca juga: Puluhan ribu ternak babi di NTT mati terserang virus ASF
Ia mengatakan, pemerintah daerah melalui surat edaran Bupati Sikka yang dikeluarkan pada pekan lalu juga telah mengatur agar ternak babi untuk sementara ini jangan dijual di pasar-pasar hewan yang ada di Sikka.
Mauritz Da Cuncha menjelaskan upaya pembatasan ini penting dilakukan karena salah satu penyebab utama penyebaran penyakit ASF di Sikka yakni melalui jual-beli ternak babi di pasar.
"Ada warga yang beli babi di Pasar Alok kemudian pulang dan dibawa ke kandangnya di Kecamatan Nita lalu terkena. Kemudian juga lewat daging yang dibeli di pasar untuk dikonsumsi dan sisa makanan diberikan ke ternak mereka. Pola penularannya seperti ini sehingga lalu lintas ternak perlu dibatasi," katanya.
Ia mencatat hingga Kamis (16/7) jumlah kasus kematian babi di Sikka akibat terserang penyakit ASF mencapai 460 ekor berdasarkan data laporan masyarakat maupun tim dari dinas yang diterjunkan ke lapangan.
Baca juga: Cegah virus ASF, Pasokan ternak babi dilarang masuk Flores Timur
Pihaknya memperkirakan kasus kematian babi kemungkinan lebih banyak dari jumlah yang tercatat karena banyak masyarakat yang tidak memberikan laporan ketika ternak babinya mati.
Mauritz Da Cuncha menjelaskan, penyakit ASF lebih dominan menyerang ternak babi milik warga di Kecamatan Lela dan Kecamatan Ile Bura yang selama ini dipasok ke pasar-pasar di daerah setempat.
"Sementara kasus kematian babi yang dipelihara terpisah di rumah-rumah warga dengan jumlah satu, dua ekor itu jarang terkena," katanya.
Ia menambahkan dengan fenomena penularan seperti ini maka pemerintah daerah membatasi lalu lintas ternak babi di dalam daerah untuk menekan dampak penularan agar tidak semakin meluas.
Selain itu, pihaknya juga terus mengimbau agar masyarakat memperbaiki cara pemeliharaan ternak babi dengan memberikan makanan yang bernutrisi bagus dan rutin membersihkan kandang.
Baca juga: Pemerintah tutup lalu lintas ternak babi dari dan ke NTT
"Penyakit ASF ini tidak menyerang manusia tetapi penularannya sangat ganas dan bisa membunuh babi-babi dalam satu kandang secara cepat dan belum ada vaksinnya sehingga upaya yang perlu dilakukan, yaitu meningkatkan pencegahan," katanya.*