Kupang (Antaranews NTT) - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur Darius Beda Daton mengatakan pihaknya telah menuntaskan sebanyak 419 pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik dari berbagai instansi di daerah ini.
"Dari sekitar 466 pengaduan yang kami terima, tercatat 419 pengaduan masyarakat di antaranya sudah dituntaskan, sedang 47 pengaduan lainnya masih dalam proses," kata Beda Daton kepada Antara di Kupang, Sabtu.
Ia mengatakan, laporan yang tuntas tersebut artinya pelapor telah menyatakan puas karena masalahnya selesai dan telah diikuti berita acara penutupan.
Data Ombudsman menyebutkan lima besar substansi laporan berkaitan dengan pelayanan publik di bidang kepolisian sebanyak 92 laporan, pertanahan 48 laporan, administrasi kependudukan 44 laporan, kesehatan 37 laporan, dan pendidikan 34 laporan.
Sedangkan dugaan maladministrasi yang lebih dominasi dilaporkan berkaitan dengan penundaan berlarut sebanyak 138 laporan, menyusul tidak memberikan pelayanan sebanyak 99 laporan, dan penyimpangan prosedur 74 laporan.
Menurutnya, sejumlah instansi seperti kepolisian, dan Badan Pertanahan, beberapa dinas pemerintah daerah selalu mendominasi laporan keluhan masyarakat yang relatif sama setiap tahun.
Seperti di kepolisian, lanjutnya, laporan dugaan maladministrasi tersebut disebabkan karena minim sumber daya manusia terutama penyidik dan biaya operasional yang tergantung dari dukungan APBN.
Selain itu, di instansi pertanahan juga memiliki juru ukur yang sangat terbatas, bahkan jabatan struktural di Badan Pertanahan Nasional (BPN) di NTT lebih banyak dari jumlah pegawainya.
"Ini menjadi kendala yang rumit, artinya kualitas pelayanan publik kita sangat tergantung dari dana, alat, dan orang sehingga kalau itu semua terbatas maka sulit untuk mendongkrak kualitas pelayanan mereka," katanya pula.
Beda Daton menambahkan, dari jumlah pengaduan masyarakat yang diterima tahun ini, masih banyak pula laporan yang tidak bisa diregistrasi dan ditolak karena tidak memenuhi syarat formal.
"Kalau semuanya diterima mungkin laporan yang masuk lebih banyak dari tahun lalu, tapi mulai tahun ini kami sudah menerapkan juknis penerimaan dan verifikasi laporan secara lebih ketat, bagi yang tidak memiliki KTP dan tak memiliki identitas lainnya tidak bisa kami tindaklanjuti laporannya," katanya.
"Dari sekitar 466 pengaduan yang kami terima, tercatat 419 pengaduan masyarakat di antaranya sudah dituntaskan, sedang 47 pengaduan lainnya masih dalam proses," kata Beda Daton kepada Antara di Kupang, Sabtu.
Ia mengatakan, laporan yang tuntas tersebut artinya pelapor telah menyatakan puas karena masalahnya selesai dan telah diikuti berita acara penutupan.
Data Ombudsman menyebutkan lima besar substansi laporan berkaitan dengan pelayanan publik di bidang kepolisian sebanyak 92 laporan, pertanahan 48 laporan, administrasi kependudukan 44 laporan, kesehatan 37 laporan, dan pendidikan 34 laporan.
Sedangkan dugaan maladministrasi yang lebih dominasi dilaporkan berkaitan dengan penundaan berlarut sebanyak 138 laporan, menyusul tidak memberikan pelayanan sebanyak 99 laporan, dan penyimpangan prosedur 74 laporan.
Menurutnya, sejumlah instansi seperti kepolisian, dan Badan Pertanahan, beberapa dinas pemerintah daerah selalu mendominasi laporan keluhan masyarakat yang relatif sama setiap tahun.
Seperti di kepolisian, lanjutnya, laporan dugaan maladministrasi tersebut disebabkan karena minim sumber daya manusia terutama penyidik dan biaya operasional yang tergantung dari dukungan APBN.
Selain itu, di instansi pertanahan juga memiliki juru ukur yang sangat terbatas, bahkan jabatan struktural di Badan Pertanahan Nasional (BPN) di NTT lebih banyak dari jumlah pegawainya.
"Ini menjadi kendala yang rumit, artinya kualitas pelayanan publik kita sangat tergantung dari dana, alat, dan orang sehingga kalau itu semua terbatas maka sulit untuk mendongkrak kualitas pelayanan mereka," katanya pula.
Beda Daton menambahkan, dari jumlah pengaduan masyarakat yang diterima tahun ini, masih banyak pula laporan yang tidak bisa diregistrasi dan ditolak karena tidak memenuhi syarat formal.
"Kalau semuanya diterima mungkin laporan yang masuk lebih banyak dari tahun lalu, tapi mulai tahun ini kami sudah menerapkan juknis penerimaan dan verifikasi laporan secara lebih ketat, bagi yang tidak memiliki KTP dan tak memiliki identitas lainnya tidak bisa kami tindaklanjuti laporannya," katanya.