Kupang (AntaraNews NTT) - Lembata hanyalah sebuah gugusan kepulauan yang terletak di antara himpitan Pulau Adonara, Solor, Flores Timur daratan dan Pulau Alor atau warga Nusa Tenggara Timur sering menamakan dengan sebutan Lamaholot.

Jauh sebelum 24 Juni 1967 ketika untuk pertama kalinya masyarakat Lembata melaksanakan musyawarah kerja luar biasa pembentukan Kabupaten Lembata, pulau seluas 1.266,39 km2 berpenduduk 117.829 jiwa ini, selalu disebut Pulau Lomblen.

Namun, sejak 01 Juli 1967, nama Lomblen akhirnya diganti dengan sebutan Lembata berdasarkan sejarah asal masyarakatnya dari Pulau Lepanbatan. Pada 4 Oktober 1999 sesuai UU No.52 Tahun 1999, Lembata akhirnya terbentuk menjadi sebuah daerah otonom sendiri lepas dari kabupaten induk, Flores Timur.

Saat berdiri menjadi sebuah kabupaten baru, pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur atas petunjuk dari Kementerian Dalam Negeri, menunjuk Petrus Boliona Keraf sebagai penjabat bupati 1999-2001 sampai terpilih Andreas Duli Manuk-Felix Kobun sebagai Bupati-Wakil Bupati Lembata periode 2001-2006.

Pada saat berlangsungnya Pilkada 2006 di Kabupaten Lembata, Andreas Duli Manuk terpilih kembali memimpin kabupaten tersebut bersama wakilnya Andreas Nula Liliweri (2006-2011).

Saat berakhirnya masa jabatan kedua Andreas Duli Manuk sebagai Bupati Lembata, rakyat kabupaten itu kembali mengadakan pemilu untuk memilih pemimpinnya yang baru. Dan, Eliaser Yentji Sunur akhirnya terpilih menjadi bupati Lembata bersama wakilnya Viktor Mado Watun selama periode 2011-2016.

Selama lima tahun masa kepemimpinan mereka di tanah Lembata, pasangan tersebut akhirnya pecah kongsi. Rakyat kembali menjatuhkan pilihannya kepada Eliaser Yentji Sunur lewat pemilu untuk meneruskan pembangunan bersama Thomas Ola Langoday.

Thomas Ola Langoday yang dikenal kalangan pers sebagai pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandiri (Unwira) Kupang itu, akhirnya meletakkan jabatannya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan memilih kembali ke kampung halamannya untuk membangun Lembata bersama Eliaser Yentji Sunur.

Dalam masa pemerintahan Eliaser-Langoday, Lembata yang dulunya dikenal masyarakat luar lewat kebolehan para nelayan Lamalera dalam memburu ikan paus dengan cara-cara tradisional, perlahan mulai mengenal Lembata lebih dekat.

Artinya, Lembata tidak hanya memiliki atraksi berburu ikan paus sebagai jualan wisata, tetapi memiliki sejumlah objek wisata yang dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan bagi kas daerah.

Sektor pariwisata di Lembata, memang belum digarap secara maksimal dan belum juga dikelola secara memadai sebagai salah satu sumber pendapatan bagi daerah.

Sebagai seorang pengamat ekonomi, Thomas Ola Langoday tampaknya tidak mau menyia-nyiakan ilmu ekonomi yang digelutinya, terutama bagaimana mengembangkan sektor pariwisata di Lembata agar bisa mendatangkan keuntungan bagi daerah dan masyarakatnya.

Dalam tahun anggaran 2018, pemerintahannya menggelontorkan dana sebesar Rp17 miliar dari APBD Lembata untuk mengembangkan sektor pariwisata di daerah itu.

Anggaran sebesar itu, tampaknya dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur pendukung di destinasi wisata, selain untuk menggenjot promosi pariwisata yang selama ini tertidur lelap dari pandangan pemerintahan sebelumnya.

Dari segi promosi, pemerintah membuat kalender event tahunan untuk pelaksanaan festival dan kegiatan ekspo. Selain itu, infrastruktur jalan ke sejumlah objek wisata pegunungan di daerah itu juga akan dibenahi dengan anggaran yang ada.

"Akses jalan menuju ke Lamalera, Ile Lewotolok, dan Ile Werung tahun ini akan kami benahi semua. Ketiga wilayah tersebut sarat dengan obyek wisata seperti perburuan ikan paus secara tradisional di perkampungan Lamalera, di selatan Pulau Lembata," katanya.

Pemerintahan Eliaser Sunur-Langoday tampaknya berkomitmen untuk menjadikan pariwisata sebagai motor penggerak pembangunan karena sudah didukung dengan berbagai potensi yang menarik seperti wisata pegunungan, alam, budaya, dan bahari.

Anggaran sebesar Rp17 miliar itu, tampaknya masih belum mencukupi untuk mengangkat sejumlah destinasi utama di daerah setempat agar bisa diunggulkan dalam ajang festival pariwitasa di tingkat nasional.

"Dalam konteks ini juga kami mencoba memancing partisipasi dari pemerintah provinsi hingga pusat untuk memberikan intervensi berupa pembangunan infrastruktur pendukung, promosi, dan sebagainya, seperti Labuan bajo di Flores barat itu," katanya.

Salah satu destinasi unggulan yang sudah terkenal di daerah tersebut adalah wisata gunung Ile Batutara yang berada di tengah laut yang meletus setiap 20 menit dalam sehari. Ile Batutara, akhirnya dinobatkan sebagai destinasi wisata terunik dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2017.

Festival tiga gunung
Atas dasar itu, kemudian lahirlah berbagai inovasi-inovasi baru dalam menata dunia pariwisata di tanah Lembata, yakni menciptakan festival tiga gunung sebagai ajang tahunan untuk mempromosikan kekayaan destinasi pariwisata yang ada di daerah itu.

Menurut Langoday, festival tiga gunung yang terdiri dari Gunung (Ile) Lewotolok, Ile Batutara, dan Ile Werung itu sudah masuk dalam kalender event tahunan yang akan mulai digelar pada Maret sampai Oktober 2018.

Gunung (Ile) Lewotolok terkenal memiliki kawah di puncak yang berpasir putih dengan luas menyerupai lapangan sepak bola yang bisa digunakan untuk bermain sepak bola. Sedang, Ile Werung menyajikan panorama alam yang indah, sarang burung walet, serta terowongan dari dalam gunung menembus hingga pantai.

Dari pesona gunung api tersebut, hanya Gunung (Ile) Batutara yang sudah memiliki brand terkenal, karena sebelumnya terpilih meraih medali perak dengan kategori destinasi wisata terunik dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2017.

Gunung Batutara yang merupakan bagian dari Pulau Komba itu, hanya berjarak sekitar 70 km timur laut dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata. Pulau gunung api itu terletak di sebelah utara Laut Flores dengan ketinggian sekitar 748 m (2.454 kaki) dari permukaan laut.

Ketika gunung api Stratovolcano itu meletus, lahar panas pijar membara dan membentuk bunga api yang indah itu, selalu disertai tsunami kecil tetapi tidak membahayakan dan dapat disaksikan dari jarak lebih kurang 20 meter.

Aktivitas gunung api itu berlangsung sepanjang hari tiada henti. "Paling indah disaksikan pada malam hari, terutama di saat magrib dan subuh," katanya dan menjelaskan gunung Ile Batutara merupakan salah satu dari tiga gunung di dunia dengan keunikan yang sama.

Selain di Lembata, gunung unik seperti Ile Batutara itu ada juga di kepulauan Sisilia dan Atlantik. Keunikan yang dimiliki Ile Batutara ini layak dijadikan sebagai wisata lava (lava tour) sembari menyaksikan aktivitas gunung api tersebut.

Meskipun ketiga gunung api tersebut memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi, namun lewat pesonanya tersebut, pemerintah Kabupaten Lembata hendak menjadikannya sebagai ajang promosi wisata untuk menghidupkan sektor pariwisata di Tanah Lembata. 

Pewarta : Laurensius Molan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024