Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Dr James Adam menilai tenun ikat Nusa Tenggara Timur sulit bersaing dengan tenun ikat yang dihasilkan oleh perajin di Bali atau di pulau Jawa.
"Kesulitan untuk bersaing karena memang harga tenun ikat NTT sangat mahal jika dibandingkan dengan proses pembuatan tenun ikat yang diolah oleh para perajin di luar NTT," katanya kepada Antara di Kupang, Rabu (21/3).
Ia mengatakan banyak perajin asal Bali yang ia temui membuat tenun ikat dengan motif dari pulau Sumba, namun harganya sangat murah dibandingkan dengan tenun ikat yang dikerjakan oleh para perajin Sumba.
Pasalnya proses pembuatan tenun ikat yang dilakukan oleh para perajin di Bali itu menggunakan mesin dibandingkan proses pembuatan tenun ikat yang dilakukan oleh perajin NTT.
"Mereka (perajin Bali) justru membuatnya sangat cepat dalam sehari mungkin bisa mencapai 10 sampai 20 tenunan dengan motif yang sama yang dikerjakan oleh para perajin Sumba," ujarnya.
Baca juga: Perajin tenun ikat berpenghasilan Rp50 juta sebulan
Baca juga: Tenun Ikat Membuat Sumba Memikat
Kreasi lomba tenun ikat di Sumba (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
Inilah yang menjadi permasalahan mengapa tenun ikat para perajin NTT susah laku di pasaran dan dibeli oleh wisatawan.
Ia mengusulkan jika ingin laku dan diekspor maka para perajin bisa bekerja sama dengan para pemilik toko souvenir atau juga sejumlah pihak yang sering menjual dan mengekspor tenun ikat NTT ke luar negeri.
"Para perajin kita tidak bisa bekerja sendiri untuk memasarkan. Saat ini banyak wadah yang digunakan agar tenun ikat NTT bisa semakin dikenal," ujarnya.
Menurutnya tenun ikat NTT sangat beragam dan hasil karya tenun ikat para perajin NTT saat ini sudah banyak dikenal oleh orang.
Salah satu contoh adalah digunakan oleh presenter-presenter televisi nasional, bahkan juga sempat dipamerkan di luar negeri oleh Ibu Julie Laiskodat dalam acara Paris Fashion Week 2018.
Baca juga: Merenda Hari Tua Dengan Menenun
Kreasi lomba tenun ikat di Sumba (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
"Kesulitan untuk bersaing karena memang harga tenun ikat NTT sangat mahal jika dibandingkan dengan proses pembuatan tenun ikat yang diolah oleh para perajin di luar NTT," katanya kepada Antara di Kupang, Rabu (21/3).
Ia mengatakan banyak perajin asal Bali yang ia temui membuat tenun ikat dengan motif dari pulau Sumba, namun harganya sangat murah dibandingkan dengan tenun ikat yang dikerjakan oleh para perajin Sumba.
Pasalnya proses pembuatan tenun ikat yang dilakukan oleh para perajin di Bali itu menggunakan mesin dibandingkan proses pembuatan tenun ikat yang dilakukan oleh perajin NTT.
"Mereka (perajin Bali) justru membuatnya sangat cepat dalam sehari mungkin bisa mencapai 10 sampai 20 tenunan dengan motif yang sama yang dikerjakan oleh para perajin Sumba," ujarnya.
Baca juga: Perajin tenun ikat berpenghasilan Rp50 juta sebulan
Baca juga: Tenun Ikat Membuat Sumba Memikat
Inilah yang menjadi permasalahan mengapa tenun ikat para perajin NTT susah laku di pasaran dan dibeli oleh wisatawan.
Ia mengusulkan jika ingin laku dan diekspor maka para perajin bisa bekerja sama dengan para pemilik toko souvenir atau juga sejumlah pihak yang sering menjual dan mengekspor tenun ikat NTT ke luar negeri.
"Para perajin kita tidak bisa bekerja sendiri untuk memasarkan. Saat ini banyak wadah yang digunakan agar tenun ikat NTT bisa semakin dikenal," ujarnya.
Menurutnya tenun ikat NTT sangat beragam dan hasil karya tenun ikat para perajin NTT saat ini sudah banyak dikenal oleh orang.
Salah satu contoh adalah digunakan oleh presenter-presenter televisi nasional, bahkan juga sempat dipamerkan di luar negeri oleh Ibu Julie Laiskodat dalam acara Paris Fashion Week 2018.
Baca juga: Merenda Hari Tua Dengan Menenun