Kupang (AntaraNews NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat fenomena paham radikalisme di kampus saat ini sebagai akibat dari kampus dan mahasiswanya selalu mengembangkan pola tandingan dengan negara dibanding pola sandingan.
"Watak inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh aktor-aktor kekuatan radikalis yang menginginkan gerakan perubahan sebuah sistem kekuasaan dengan cara kekerasan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (25/6) terkait fenomena radikalisme di kampus.
Ia menambahkan dunia perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah telah terkontaminasi oleh faham radikalisme, karena fenomena ini menunjukan bahwa kampus sebagai masyarakat ilmiah tidak steril dari aktor gerakan yang menggiring insan akademis masuk dalam kubangan faham yang menjadi musuh masyarakat dunia saat ini.
Mantan Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang itu mengatakan kondisi ini dimungkinkan karena kampus dan mahasiswanya selalu mengembangkan pola tandingan dengan negara dibandingkan dengan pola sandingan.
"Watak inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh aktor-aktor kekuatan radikalis yang menginginkan gerakan perubahan dalam sebuah sistem kekuasaan dengan cara kekerasan," katanya menjelaskan.
Baca juga: Mahasiswa Kupang tolak radikalisme
Pada titik ini, kata dia, mahasiswa sebagai agen perubahan terhipnotis untuk mengadopsi pola radikalis dalam melakukan kontak organis untuk melakukan gerakan terorisme.
"Kampus sebagai tempat yang mendidik para hahasisw sebagai aktifis melalui lembaga intra dan ekstra kampus justru didoktrin oleh kekuatan luar yang masuk kampus guna melawan kekuasaan negara, sedang mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan negara justru terjebak oleh pandangan sempit yang dogmatis.
Menurut dia, kampus sebagai pusat kebenaran ilmu pengetahuan mestinya berpikir kritis dan rasional, tetapi dalam kenyataannya malah menampilkan perilaku kalap, gagal paham dan gagal mendialetikakan agama dan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat kampus sedang mengalami kebangkrutan nalar kritis. "Kampus mestinya mengembangkan paham inklusifisme, humanis dan moderat bukan radikalis yang kontra-produktif dengan watak aslinya," kata Ahmad Atang.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis tujuh kampus di Tanah Air yang diduga terpapar paham radikalisme yaitu UI, IPB, ITB, Undip, ITS, Unair, dan Unibraw Malang.
Baca juga: Artikel - Pancasila diuji dalam tekanan radikalisme
"Watak inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh aktor-aktor kekuatan radikalis yang menginginkan gerakan perubahan sebuah sistem kekuasaan dengan cara kekerasan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (25/6) terkait fenomena radikalisme di kampus.
Ia menambahkan dunia perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah telah terkontaminasi oleh faham radikalisme, karena fenomena ini menunjukan bahwa kampus sebagai masyarakat ilmiah tidak steril dari aktor gerakan yang menggiring insan akademis masuk dalam kubangan faham yang menjadi musuh masyarakat dunia saat ini.
Mantan Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang itu mengatakan kondisi ini dimungkinkan karena kampus dan mahasiswanya selalu mengembangkan pola tandingan dengan negara dibandingkan dengan pola sandingan.
"Watak inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh aktor-aktor kekuatan radikalis yang menginginkan gerakan perubahan dalam sebuah sistem kekuasaan dengan cara kekerasan," katanya menjelaskan.
Baca juga: Mahasiswa Kupang tolak radikalisme
Pada titik ini, kata dia, mahasiswa sebagai agen perubahan terhipnotis untuk mengadopsi pola radikalis dalam melakukan kontak organis untuk melakukan gerakan terorisme.
"Kampus sebagai tempat yang mendidik para hahasisw sebagai aktifis melalui lembaga intra dan ekstra kampus justru didoktrin oleh kekuatan luar yang masuk kampus guna melawan kekuasaan negara, sedang mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan negara justru terjebak oleh pandangan sempit yang dogmatis.
Menurut dia, kampus sebagai pusat kebenaran ilmu pengetahuan mestinya berpikir kritis dan rasional, tetapi dalam kenyataannya malah menampilkan perilaku kalap, gagal paham dan gagal mendialetikakan agama dan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat kampus sedang mengalami kebangkrutan nalar kritis. "Kampus mestinya mengembangkan paham inklusifisme, humanis dan moderat bukan radikalis yang kontra-produktif dengan watak aslinya," kata Ahmad Atang.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis tujuh kampus di Tanah Air yang diduga terpapar paham radikalisme yaitu UI, IPB, ITB, Undip, ITS, Unair, dan Unibraw Malang.
Baca juga: Artikel - Pancasila diuji dalam tekanan radikalisme