Kupang (AntaraNews NTT) - Kapolda Nusa Tenggara Timur Irjen Pol Raja Erizman mengatakan tren gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) selama semester I tahun 2018 turun sebesar 19,87 persen atau sekitar 915 kasus dibandingkan semester II tahun 2017.
"Pada semester II tahun 2017 jumlah gangguan Kamtibmas di NTT mencapai 4.605 kasus. Ini artinya telah terjadi penurunan angka gangguan keamanan di daerah ini," kata jenderal berbintang dua itu kepada wartawan di Kupang, Kamis (28/6).
Dia mengatakan turunnya angka gangguan Kamtibmas di provinsi berbasis kepulauan itu karena adanya soliditas kerja sama yang baik di antara semua elemen masyarakat dengan jajaran kepolisian.
Jenderal polisi berbintang dua itu menguraikan, selama 2018 tingkat gangguan Kamtibmas di NTT mencapai 3.690 kasus, sedangkan pada 2017 pada semester II mencapai 4.605 kasus.
Ia mengatakan tingkat penyelesaian kasusnya juga mengalangi penurunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 410 kasus atau turun 15.25 persen kasus dari total kasus 2.278 kasus pada Semester I 2018, sedang jumlah penyelesaian kasus pada tahun 2017 khususnya semester II berjumlah 2.688 kasus.
Mantan Kadivkum Polri tersebut menguraikan kejahatan konvensional masih menempati posisi pertama dengan jumlah kasus mencapai 3.555 kasus, menyusul kejahatan transnasional 26 kasus.
Baca juga: Lima TPS di NTT akan coblos ulang
Namun walaupun tinggi, proses penyelesaian kasus kejahatan konvensional juga terbilang cukup banyak, karena sampai dengan Juni 2018 terdapat kurang lebih 2.195 kasus diselesaikan. Artinya mengalami penurunan sebesar 13,62 persen.
Polda NTT juga menangani dua kasus tindak pidana korupsi selama 2018 yang merupakan tunggakan kasus dari tahun 2017 yakni Korupsi PLTS di Kabupaten Rote Ndao dan kasus pungli di PT Pelni Cabang Kupang yang hingga saat ini berkas perkaranya masih bolak-balik dan saat ini penyidik telah mengirim balik berkas perkara ke Jaksa Penuntut Unum (JPU). Total jumlah keuangan negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp107.335.125 juta.
Pelanggaran
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan dugaan pelanggaran dalam pemungutan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada 27 Juni 2018 di Kabupaten Sumba Barat Daya.
"Dari laporan sementara, ada pelanggaran di dua TPS di Sumba Barat Daya dan sedang dikaji," kata anggota Bawaslu NTT Jemris Fointuna di Kupang, Kamis (28/6).
Menurut dia, berdasarkan laporan, di Kabupaten Sumba Barat Daya ditemukan anggota Kelompok Penyelenggara Pemunggutan Suara (KPPS) TPS 02 Desa Kalembu Weri, Kecamatan Wewewa Barat mencoblos seluruh surat suara.
Baca juga: Pilkada SBD-Rote jadi fokus pengamanan
Sementara di TPS 2 Desa Redang Bolo, Kecamatan Wewewa Barat, sebagian besar surat suara dicoblos oleh saksi kemudian diserahkan kepada anggota KPPS untuk dimasukan ke dalam kotak suara.
"Pemilih secara aklamasi mendukung salah satu paslon, dan pencoblosan diwakili oleh salah satu pemilih. Sedang, pemilih lain tidak diberikan kesempatan untuk mencoblos," kata Jemris Fointuna.
Saat ini, temuan tersebut sedang dikaji dan hasilnya berupa rekomendasi dan akan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Jika dari hasil kajian terdapat unsur pidana, maka akan diserahkan kepada sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu)," katanya.
"Pada semester II tahun 2017 jumlah gangguan Kamtibmas di NTT mencapai 4.605 kasus. Ini artinya telah terjadi penurunan angka gangguan keamanan di daerah ini," kata jenderal berbintang dua itu kepada wartawan di Kupang, Kamis (28/6).
Dia mengatakan turunnya angka gangguan Kamtibmas di provinsi berbasis kepulauan itu karena adanya soliditas kerja sama yang baik di antara semua elemen masyarakat dengan jajaran kepolisian.
Jenderal polisi berbintang dua itu menguraikan, selama 2018 tingkat gangguan Kamtibmas di NTT mencapai 3.690 kasus, sedangkan pada 2017 pada semester II mencapai 4.605 kasus.
Ia mengatakan tingkat penyelesaian kasusnya juga mengalangi penurunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 410 kasus atau turun 15.25 persen kasus dari total kasus 2.278 kasus pada Semester I 2018, sedang jumlah penyelesaian kasus pada tahun 2017 khususnya semester II berjumlah 2.688 kasus.
Mantan Kadivkum Polri tersebut menguraikan kejahatan konvensional masih menempati posisi pertama dengan jumlah kasus mencapai 3.555 kasus, menyusul kejahatan transnasional 26 kasus.
Baca juga: Lima TPS di NTT akan coblos ulang
Namun walaupun tinggi, proses penyelesaian kasus kejahatan konvensional juga terbilang cukup banyak, karena sampai dengan Juni 2018 terdapat kurang lebih 2.195 kasus diselesaikan. Artinya mengalami penurunan sebesar 13,62 persen.
Polda NTT juga menangani dua kasus tindak pidana korupsi selama 2018 yang merupakan tunggakan kasus dari tahun 2017 yakni Korupsi PLTS di Kabupaten Rote Ndao dan kasus pungli di PT Pelni Cabang Kupang yang hingga saat ini berkas perkaranya masih bolak-balik dan saat ini penyidik telah mengirim balik berkas perkara ke Jaksa Penuntut Unum (JPU). Total jumlah keuangan negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp107.335.125 juta.
Pelanggaran
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan dugaan pelanggaran dalam pemungutan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada 27 Juni 2018 di Kabupaten Sumba Barat Daya.
"Dari laporan sementara, ada pelanggaran di dua TPS di Sumba Barat Daya dan sedang dikaji," kata anggota Bawaslu NTT Jemris Fointuna di Kupang, Kamis (28/6).
Menurut dia, berdasarkan laporan, di Kabupaten Sumba Barat Daya ditemukan anggota Kelompok Penyelenggara Pemunggutan Suara (KPPS) TPS 02 Desa Kalembu Weri, Kecamatan Wewewa Barat mencoblos seluruh surat suara.
Baca juga: Pilkada SBD-Rote jadi fokus pengamanan
Sementara di TPS 2 Desa Redang Bolo, Kecamatan Wewewa Barat, sebagian besar surat suara dicoblos oleh saksi kemudian diserahkan kepada anggota KPPS untuk dimasukan ke dalam kotak suara.
"Pemilih secara aklamasi mendukung salah satu paslon, dan pencoblosan diwakili oleh salah satu pemilih. Sedang, pemilih lain tidak diberikan kesempatan untuk mencoblos," kata Jemris Fointuna.
Saat ini, temuan tersebut sedang dikaji dan hasilnya berupa rekomendasi dan akan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Jika dari hasil kajian terdapat unsur pidana, maka akan diserahkan kepada sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu)," katanya.