Kupang (ANTARA) - Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) mencatat dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sekitar 23 persen ibu di Kupang masih gunakan susu kental manis sebagai susu pengganti air susu ibu (ASI).
"Kami bekerja sama dengan Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) melakukan penelitian soal stunting di NTT dan dari hasil penelitian diketahui bahwa sekitar 23 persen ibu-ibu menggunakan susu kental manis sebagai pengganti ASI," kata Ketua YAICI Arif Hidayat kepada wartawan di Kupang, Rabu, (16/3).
Pada diskusi edukasi gizi yang dihadiri oleh sejumlah kader Muslimat NU Kota Kupang, Arif mengatakan bahwa pemberian susu kental manis sebagai pengganti ASI itu sangatlah tidak dianjurkan karena kental manis itu hanya sebagai toping makanan atau pencampur minuman.
Apalagi di dalam kandungan susu kental manis itu terdapat banyak gula, glukosa dan lainnya yang tidak boleh diberikan balita karena akan berdampak pada kesehatan salah satunya bisa menyebabkan stunting.
"Data ini kami peroleh setelah kami lakukan penelitian pada tahun 2020. Nah kali ini usai kegiatan hari ini kami juga akan blusukan ke daerah-daerah untuk mengecek dan survei kecil-kecilan soal penggunaan susu kental manis di tengah masyarakat," tambah dia.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2017 lalu saat pihaknya melakukan penelitian terdapat seorang balita usia delapan bulan yang meninggal akibat kelebihan konsumsi susu kental manis.
Arif menambahkan bahwa dari 400 ibu-ibu yang ditanyai soal susu kental manis, 97 persen mengakui bahwa susu kental manis ada susu yang bisa digunakan untuk pengganti ASI.
Lebih lanjut Arif mengatakan bahwa edukasi soal gizi tersebut sudah melalui edukasi dan sosialisasi melalui kader, edukasi langsung ke masyarakat, penelitian hingga penggalian data langsung ke masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis.
“Persoalan-persoalan yang kami temukan di lapangan itu beragam. Ada yang orang tua memang tidak tahu mengenai kandungan susu kental manis, atau bahkan ada yang sudah tahu tapi masih memberikan susu kental manis untuk anaknya. Alasannya juga macam-macam, ada yang karena lebih murah atau anaknya lebih suka," tambah Arif.
Baca juga: PP Muslimat NU : Stunting di NTT jadi perhatian serius NU
Baca juga: Presiden minta program penurunan skekerdilan tak sekadar seremonial
"Kami bekerja sama dengan Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) melakukan penelitian soal stunting di NTT dan dari hasil penelitian diketahui bahwa sekitar 23 persen ibu-ibu menggunakan susu kental manis sebagai pengganti ASI," kata Ketua YAICI Arif Hidayat kepada wartawan di Kupang, Rabu, (16/3).
Pada diskusi edukasi gizi yang dihadiri oleh sejumlah kader Muslimat NU Kota Kupang, Arif mengatakan bahwa pemberian susu kental manis sebagai pengganti ASI itu sangatlah tidak dianjurkan karena kental manis itu hanya sebagai toping makanan atau pencampur minuman.
Apalagi di dalam kandungan susu kental manis itu terdapat banyak gula, glukosa dan lainnya yang tidak boleh diberikan balita karena akan berdampak pada kesehatan salah satunya bisa menyebabkan stunting.
"Data ini kami peroleh setelah kami lakukan penelitian pada tahun 2020. Nah kali ini usai kegiatan hari ini kami juga akan blusukan ke daerah-daerah untuk mengecek dan survei kecil-kecilan soal penggunaan susu kental manis di tengah masyarakat," tambah dia.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2017 lalu saat pihaknya melakukan penelitian terdapat seorang balita usia delapan bulan yang meninggal akibat kelebihan konsumsi susu kental manis.
Arif menambahkan bahwa dari 400 ibu-ibu yang ditanyai soal susu kental manis, 97 persen mengakui bahwa susu kental manis ada susu yang bisa digunakan untuk pengganti ASI.
Lebih lanjut Arif mengatakan bahwa edukasi soal gizi tersebut sudah melalui edukasi dan sosialisasi melalui kader, edukasi langsung ke masyarakat, penelitian hingga penggalian data langsung ke masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis.
“Persoalan-persoalan yang kami temukan di lapangan itu beragam. Ada yang orang tua memang tidak tahu mengenai kandungan susu kental manis, atau bahkan ada yang sudah tahu tapi masih memberikan susu kental manis untuk anaknya. Alasannya juga macam-macam, ada yang karena lebih murah atau anaknya lebih suka," tambah Arif.
Baca juga: PP Muslimat NU : Stunting di NTT jadi perhatian serius NU
Baca juga: Presiden minta program penurunan skekerdilan tak sekadar seremonial