PIAR desak Pemprov cabut izin PJTKI bermasalah

id tenaga kerja ilegal

PIAR desak Pemprov cabut izin PJTKI bermasalah

Direktris Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR), Nusa Tenggara Timur, Sarah Leri Mboeik. (Antara Foto/istimewa)

Pemerintah NTT perlu bersikap tegas dengan mencabut izin perusahan yang merekrut calon tenaga kerja tanpa prosedur. Kejadian ini sangat memprihatinkan di saat pemerintah melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Nusa Tenggara Timur diminta mencabut izin perusahan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang terbukti melakukan pengiriman TKI ilegal yang mulai marak terjadi di provinsi berbasis kepulauan ini.

Demikian dikatakan Direktris Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR), Nusa Tenggara Timur, Sarah Leri Mboeik kepada Antara di Kupang, Selasa.

Sarah mengatakan hal itu menyusul digagalkanya pengiriman 30 orang TKI yang direkrut PT Bukit Mayak Asri (BMA) untuk menjadi tenaga kerja di Malaysia, diduga melalui pemalsuan dokumen milik pencari kerja.

"Pemerintah NTT perlu bersikap tegas dengan mencabut izin perusahan yang merekrut calon tenaga kerja tanpa prosedur. Kejadian ini sangat memprihatinkan di saat pemerintah melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri," tegasnya.
Baca juga: Satgas PPM gagalkan pengiriman 822 CTKI asal NTT

Ia mengatakan, pemerintah perlu juga mengoptimalkan pengawasan terhadap berbagai PJTKI yang beroperasi di NTT dalam mengantisipasi adanya perekrutan dan pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.

"Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu bekerja keras lagi dalam melakukan pengawasan sehingga kasus-kasus dialami puluhan tenaga kerja dari empat Kabupaten di Pulau Sumba tidak terulang," tegasnya.

Baca juga: Satgas gagalkan keberangkatan tiga calon TKI

Ia mengatakan dalam kasus perekrutan puluhan tenaga kerja dilakukan PT BMA ada dokumen milik tenaga kerja asal Pulau Sumba yang dipalsukan demi meloloskan pengiriman calon tenaga kerja ke Malaysia.

Beberapa dokumen milik tenaga kerja yang dipalsukan pihak perekrut seperti KTP, ijasah, dan umur.

"Apabila ada perusahaan melakukan hal seperti ini maka sepatutnya izinya dibekukan. Ini persoalan kemanusiaan yang perlu disikapi secara serius daerah ini," tegas mantan anggota DPD RI asal NTT itu.