Hivos kembangkan desa model di Pulau Sumba

id Organisasi HIVOS

Hivos kembangkan desa model di Pulau Sumba

Koordinator Bidang Evaluasi, Pemantauan, Pembelajaran Program Sumba Iconic Island dari Hivos, Gus Firman. (ANTARA FOTO/Aloysius Lewokeda)

"Desa model integrasi gender dan EBT ini kami kembangkan sebagai media belajar bersama berbagai pihak untuk pengembangan EBT Pulau Sumba sebagai Sumba Iconic Island," kata Gus Firman.

Kupang (ANTARA) - Organisasi pembangunan nirlaba non-pemerintah, Hivos, mengembangkan sebuah desa model integrasi gender dan energi baru terbarukan (EBT) di Desa Lukuwingir, Kecamatan Kambata Mapambuhang, Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

"Desa model integrasi gender dan EBT ini kami kembangkan sebagai media belajar bersama berbagai pihak untuk pengembangan EBT Pulau Sumba sebagai Sumba Iconic Island," kata Koordinator Bidang Evaluasi, Pemantauan, Pembelajaran Program Sumba Iconic Island dari Hivos, Gus Firman, di Kupang, Rabu (27/11).

Pengembangan desa model ini, kata dia, dilakukan melalui kerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) di Kabupaten Sumba Timur.

Firman menjelaskan, pihaknya menginginkan agar desa model tersebut mandiri dalam hal energi terutama EBT seiring semakin berkurangnya cadangan energi fosil. "Karena itu berbagai sarana penunjang aktivitas masyarakat di desa ini kami kembangkan dengan memanfaatkan sumber EBT," katanya.

Dia mencontohkan, seperti pengembangan pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydro (PLMH) yang dibangun sejak 2018.

Baca juga: PLTS untuk 35 sekolah di Pulau Sumba
Baca juga: Kapasitas listrik tenaga surya di NTT sudah mencapai 7,43 MW

Selain itu, lanjut, dia, dikembangkan pula Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dimanfaatkan untuk solar water pumping atau pompa air tenaga matahari sebagai sumber irigasi.

"Fasilitas ini untuk menarik air ke wilayah pemukiman karena rata-rata rumah warga berada di atas bukit sedangkan sumber sumber air berada di bawah," katanya.

Dia mengatakan, saat ini pihaknya juga mengembangkan biogas di desa setempat melalui dukungan dari pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Biogas ini memanfaatkan sisa kotoran ternak sebagai sumber energi untuk memasak di rumah-rumah warga serta dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.

"Biogas ini juga untuk mengurangi beban pekerjaan perempuan di sana karena setiap hari mereka mengambil kayu bakar di hutan untuk memasak," katanya.

Dia berharap pengembangan desa model berbasis EBT ini dapat berdampak signifkan membantu warga setempat terutama dalam meningkatkan perekonomian rumah tangga sehingga dapat dikembangkan pula pada desa-desa lainnya.

Baca juga: Rasio elektrifikasi sumba capai 50,9 persen
Baca juga: PLN NTT kembangkan kapasitas pembangkit EBT sebesar 22,72 MW