Kapasitas listrik tenaga surya di NTT sudah mencapai 7,43 MW

id Listrik EBT

Kapasitas listrik tenaga surya di NTT sudah mencapai 7,43 MW

Salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal yang dibangun di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. (ANTARA FOTO/HO-Humas PT PLN (Persero) Wilayah NTT)

"Dari 7,43 MW kapasitas yang sudah terpasang ini tidak sebanding dengan pemanfaatannya yang masih sangat kecil yakni baru sekitar 0,1 persen," kata Paulus Kedang.
Kupang (ANTARA) - Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat kapasitas terpasang listrik tenaga surya yang menyebar di wilayah provinsi setempat hingga saat ini sudah mencapai 7,43 mega watt (MW).

"Dari 7,43 MW kapasitas yang sudah terpasang ini tidak sebanding dengan pemanfaatannya yang masih sangat kecil yakni baru sekitar 0,1 persen," kata Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan Dinas ESDM Provinsi NTT, Paulus Kedang, di Kupang, Selasa (26/11).

Dari sisi potensi, kata dia, daerah setempat memiliki potensi sumber energi baru terbarukan (EBT) yang bersumber dari tenaga surya mencapai 7,2 ribu MW.

Menurut Paulus, pemerintah pusat maupun daerah terus mendorong pemanfaatan listrik bersumber dari EBT di NTT terutama tenaga surya yang potensinya melimpah.

Dia mengatakan upaya ini dilakukan seperti melalui bantuan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) dari Kementerian ESDM yang sudah terpasang di NTT sebanyak 13.603 unit.

Selain itu, bantuan fasilitas Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 1.160 unit yang sebagian diantaranya sudah terpasang maupun sementara dikerjakan saat ini.

Baca juga: Pemanfaatan listrik dari EBT sudah mencapai 14,68 MW
Baca juga: PLN tambah pembangkit listrik EBT di Pulau Flores


"Kemudian pada 2020, program listrik tenaga surya roff top juga dimulai di NTT dengan sasaran pertama pada kantor-kantor instansi pemerintah," katanya.

Paulus mengatakan, meski demikian, ada hambatan yang dialami terkait pemanfaatan listrik tenaga surya terutama dari aspek keberlanjutannya.

Sumber listrik tenaga surya yang dibangun, lanjutnya, memiliki batas nilai ekonomis seperti LTSHE yang hanya bertahan sekitar empat tahun.

"Setelah beberapa tahun dipakai persoalannya rumah tangga bisa gelap kembali karena tidak adanya lembaga pengelolah di desa setempat," katanya.

Dia menambahkan, undang-undang telah mengamanatkan sumber listrik tenaga surya dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) namun banyak yang belum terbentuk di NTT.

"Ini yang masih perlu dibenahi karena pembangkit tenaga surya yang kita bangun mengalami persoalan misalnya batrei, server, atau lainnya rusak maka sulit diperbaiki karena pengelolahnya tidak ada," katanya.

Baca juga: PLN operasikan pembangkit listrik EBT di Manggarai Timur
Baca juga: 11 Lokasi Jadi Pusat Pengembangan EBT