Kupang (ANTARA) - Kasus dugaan suap dalam pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, yang dilakukan caleg PDIP Harun Masiku kepada anggota KPU Wahyu Setiawan, bukan merupakan bentuk politisasi untuk menjatuhkan PDIP maupun Sekjen partai tersebut.
"Ini kasus politik yang berakibat hukum, namun bukan merupakan politisasi untuk menjatuhkan PDIP maupun Sekjen parpol tersebut," kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi kepada Antara di Kupang, Selasa (14/1).
Menurut dia, PDI Perjuangan tidak salah karena mekanisme pergantian antarwaktu mengacu pada fatwa Mahkamah Agung bukan UU Pemilu.
"Akan tetapi, jika jalan yang ditempuh untuk PAW itu dengan cara menyogok anggota KPU adalah bentuk pelanggaran hukum," kata mantan pembantu Rektor I UMK itu.
Pandangan sedikit berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitats Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona yang mengatakan, masyarakat bebas menilai apakah kasus ini murni penegakan hukum, atau sebaliknya penegakan hukum bermotif politik.
Tetapi untuk kejelasannya, biarkan pengadilan yang akan memutuskan, kata Bataona yang juga pengajar investigative news dan jurnalisme konflik pada Fisip Unwira Kupang itu.
"Artinya, ketika fakta-fakta hukum sudah dibuka barulah publik bisa menilai apakah kasus ini memang murni masalah penegakan hukum atau ada embel-embel politiknya di sana, sebab menuduh KPK sedang mendiskreditkan PDI Perjuangan juga terlalu prematur," katanya.
Meskipun kedatangan tim penyelidikan ke kantor PDIP tanpa membawa surat penggeledahan sebagaimana diamanatkan oleh UU, telah menimbulkan kecurigaan dari kader-kader PDIP bahwa partai mereka sedang mau didiskreditkan, kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.
Kasus dugaan suap PAW bukan politisasi untuk menjatuhkan PDIP
"Ini kasus politik yang berakibat hukum, namun bukan merupakan politisasi untuk menjatuhkan PDIP maupun Sekjen parpol tersebut," kata Dr Ahmad Atang MSi..