Akademisi sebut parpol kesulitan temukan figur untuk pilkada

id Frans Lebu Raya

Akademisi sebut parpol kesulitan temukan figur untuk pilkada

Akademisi dari Univesitas Muhammadyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Menjadi pejabat negara seperti gubernur, bupati dan wali kota selalu saja berurusan dengan hukum, walaupun hanya sedikit melakukan kesalahan, tanpa mempertimbangkan jasa mereka selama menjabat
Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi menilai partai-partai politik tampak kesulitan menemukan figur calon pemimpin yang ideal untuk diusung dalam Pilkada serentak 2020 di Nusa Tenggara Timur.

"Kita bisa lihat dari banyaknya partai politik yang bertumpuh pada calon tertentu (incumbent) untuk disandingkan kembali dalam pilkada tahun ini," katanya kepada Antara di Kupang, Sabtu (22/2).

Ia mengatakan bahwa partai politik hari ini kesulitan menemukan figur internal maupun eksternal yang ideal untuk diusung dalam pilkada tahun ini. 

"Saya melihat masyarakat sudah mulai kurang tertarik untuk menjadi pemimpin, baik itu gubernur, bupati dan wali kota karena menjadi pejabat selalu tidak mengenakan," katanya.
Mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya tertunduk lesu saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek NTT Fair senilai Rp29 miliar di Pengadilan Tinggi Negeri Tipikor Kupang, Jumat (15/11/2019). Frans Lebu Raya juga di cecar berbagai pertanyaan yang menyudutkan dirinya seolah-olah menjadi tersangka dalam kasus tersebut..(ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Sebab, kata Ahmad Atang, menjadi pejabat negara seperti gubernur, bupati dan wali kota selalu saja berurusan dengan hukum, walaupun hanya sedikit melakukan kesalahan, tanpa mempertimbangkan jasa mereka selama menjabat.

"Jadi rupanya masyarakat mulai kurang tertarik menjadi gubernur, bupati dan wali kota, karena ternyata menjadi pejabat hari ini tidak selalu mengenakan karena salah sedikit saja berurusan dengan hukum," katanya. 

Kenyataan ini pulahlah yang dapat dilihat dari banyaknya partai politik yang hanya tertarik pada calon tertentu, terutama petahana karena tidak ada figur alternatif yang bisa diajak menjadi calon pemimpin.