Diabetes, Antara Mitos dan Fakta

id Diabetes antara mitos dan fakta

Oleh Budi Setiawanto

Jakarta (Antara NTT) - Tiap tanggal 14 November, sejak 1991, diperingati sebagai Hari Diabetes oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Federasi Diabetes Internasional (IDF), dan sejak 2007 resmi menjadi Hari Diabetes Sedunia.

Peringatan tersebut untuk meningkatkan kewaspadaan atas risiko penyakit mematikan itu sekaligus mengajak masyarakat menggiatkan pola hidup sehat.

Diabetes mellitus atau dikenal juga dengan kencing manis merupakan gangguan metabolisme karena tingginya kadar gula dalam darah yang mengakibatkan insufisiensi fungsi insulin.

Diabetes memiliki beberapa gejala seperti badan mudah letih, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan mulai kabur, gairah seks menurun, luka sulit sembuh, dan infeksi berulang.

Peningkatan kadar gula darah akan mengakibatkan komplikasi yang dapat merusak ginjal, mata, jantung, pembuluh darah, dan syaraf.

 Kerusakan organ dapat terjadi sebelum memberikan gejala atau gangguan yang dirasakan oleh penderita diabetes. Komplikasi dapat menjadi tanda pertamanya adanya penyakit diabetes.

 Komplikasi diabetes antara lain antara lain adalah penyakit jantung koroner, stroke, penyumbatan pembuluh darah, jantung, gangguan fungsi ginjal, pengurangan penglihatan, dan lainnya.

 Data IDF 2015 menyebutkan jumlah penderita diabetes 415 juta orang di dunia, dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2040 sekitar 642 juta atau naik 55 persen dari jumlah pada 2015.

 Indonesia dengan penderita diabetes sekitar 10 juta orang, berada pada peringkat ke-7 dari 10 negara terbesar.

 Peringkat 10 negara terbesar dalam penderita diabetes menyebar di China sebanyak 109,6 juta orang, di India 69,2 juta orang, di AS 29,3 juta orang, di Brazil 14,3 juta orang, di Rusia 12,1 juta, di Meksiko 11,5 juta, di Indonesia 10 juta, di Mesir 7,8 juta, di Jepang 7,2 juta, dan di Bangladesh 7,1 juta orang.

Sementara pada tahun 2040, IDF memperkirakan penderita diabetes di Indonesia meningkat menjadi 16,2 jutaa orang dan menempatkan negara ini pada peringkat ke-6 dari 10 negara terbesar penderita diabetes.

 IDF memperkirakan pada 2040 sebanyak 10 negara terbesar penderita diabetesnya terdapat di China sebanyak 150,7 juta orang, di India 123,5 juta, di AS 35,1 juta, di Brazil 23,3 juta, di Meksiko 20,6 juta, di Indonesia 16,2 juta, di Mesir 15,1 juta, di Pakistan 14,4 juta, di Bangladesh 13,6 juta, dan di Rusia sebanyak 12,4 juta orang.

 Meskipun penyadaran kepada masyarakat atas risiko penyakit itu kerap dilakukan, kata ahli penyakit dalam dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, dr Sandra Utami Widiastuti SpPD,  banyak mitos diabetes mellitus yang tak benar.

"Sayangnya banyak masyarakat mempercayai mitos itu," ujar Sandra.

Mitos pertama yakni diabetes bukanlah penyakit serius padahal faktanya diabetes mengakibatkan angka kematian lebih tinggi daripada kanker payudara dan AIDS sekaligus, selain meningkatkan risiko hampir dua kali lipat terkena serangan jantung.

Mitos kedua diabetes dapat dicegah padahal tidak semua dapat dicegah. Diabetes tipe satu atau DM1 merupakan kelainan autoimun sehingga tidak dapat dicegah, sedangkan tipe dua atau DM2 dapat berkurang 58 persen meskipun ada juga faktor risiko tidak dapat dicegah yakni faktor keturunan.

Penyakit DM1 yakni penyakit autoimun, belum diketahui penyebabnya, serta bukan penyakit keturunan. Penderita DM1 satu sel beta hancur sehingga insulin sedikit atau sama sekali tidak berfungsi.

Biasanya DM1 menyerang penderita berusia muda, kadar insulin rendah, dan cenderung kurus. Sementara penderita DM2 biasanya diderita pasien usia 40 tahun ke atas, kadar insulin tinggi, dan cenderung gemuk.

Mitos ketiga diabetes diturunkan menyilang dari ayah ke anak perempuan atau dari ibu ke anak laki-laki, faktanya, baik anak perempuan dan anak laki-laki memiliki risiko sama bila orang tuanya menderita diabetes.  
   
Mitos berikutnya ada diabetes tipe basah dan tipe kering padahal faktanya tidak ada jenis itu.  Istilah itu muncul karena pada penderita diabetes terjadi penurunan berat badan drastis (kering) karena gula tidak dapat diubah oleh insulin menjadi energi sedangkan istilah basah karena penderita  mengalami luka yang sulit sembuh dan bernanah.

Ada pula mitos yang menyebutkan rasa urine manis padahal faktanya tidak manis.

 Ada juga mitos obat gula tidak baik karena merusak  ginjal, faktanya gula darah yang tidak terkontrol mengganggu fungsi ginjal.

 Ada juga yang menyebutkan diabetes dapat menular padahal tidak menular.

Lalu mitos jika dokter menyarankan menggunakan insulin artinya tidak ada harapan karena dipakai seumur hidup, faktanya, penggunaan insulin seumur hidup mutlak untuk penderita DM1. Pemberian insulin untuk DM2 diberikan ketika obat oral tidak cukup mengontrol gula darahnya.

    
    Pola makan

Pola makan yang tidak sehat pada masyarakat modern dapat menjadi salah satu penyebab banyaknya penderita penyakit diabetes mellitus berusia muda.

Meskipun faktor makanan bukan satu-satunya penyebab seseorang mengidap diabetes, memang pola makan yang tidak sehat pada saat ini, membuat semakin banyak pengidap diabetes berusia muda.

Tidak mengherankan bila dokter Sandra pernah mendapatkan pasien anak berusia belasan tahun sudah mengidap DM2 padahal penyakit diabetes tipe dua tersebut biasanya menyerang seseorang pada usia 40 tahun ke atas.

Pola makan yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan yang mengandung kalori berlebih seperti "junk food", minuman bersoda, minuman kemasan dan sebagainya dapat memicu terjadinya diabetes.

    Kondisi tersebut tentu saja sangat memprihatinkan karena pola makan tidak sehat tersebut justru banyak diturunkan dari orang tua ke anaknya.

Seharusnya para orang tua memberikan contoh pola makan sehat untuk mencegah berbagai penyakit seperti diabetes.

Bagi penderita diabetes, perlu ada pengelolaan diabetes yang terdiri atas lima pilar yakni perencanaan makan, latihan fisik, obat-obatan, dan pemantauan gula secara mandiri.

 Komplikasi diabetes perlu diwaspadai dengan mengendalikan kadar gula darah seoptimal mungkin dengan cara pemeriksaan berkala untuk mendeteksi dini adanya komplikasi.

Hal yang patut diwaspadai ternyata kesadaran para penderita diabetes pun masih kurang.

Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Cabang Medan Syarifuddin Ritonga menyatakan tidak mudah untuk menawarkan insulin kepada penderita diabetes meskipun obat itu diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah.

Dari penelitian diketahui sekitar 54,5 persen pasien diabetes tanpa insulin menyatakan khawatir memakai insulin, dan 27 persen menolak saat ditawarkan insulin.

Padahal dalam keadaan tertentu insulin merupakan satu-satunya pilihan untuk dapat menurunkan kadar gula darah secara cepat pada penderita DM1, misalnya, karena gagal dengan obat minum dan dalam keadaan kritis.

Untuk penderita DM2, sekitar 95 persen penderita diabetes merupakan penderita DM2, secara umum bisa menggunakan obat minum disertai dengan perencanaan makan dan olah raga.

Namun, ketika didiagnosis kemampuan pankreas memproduksi insulin hanya 50 persen maka seringkali penderita DM2 pada akhirnya juga butuh suntikan insulin.

Seringkali dalam dunia kesehatan, masyarakat diimbau untuk mencegah penyakit daripadi mengobati, karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk itu masyarakat perlu didengungkan untuk terus-menerus menjalani pola hidup sehat guna mencegah dari berbagai ancaman penyakit, termasuk diabetes.