Kupang (Antara NTT) - Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) Nusa Tenggara Timur mendesak pemerintah agar segera melakukan setifikasi tanah bagi warga eks Timor Timur seluas tiga hektare di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupten Kupang.
"Sudah dua tahun APR bersama warga eks Timtim terus memperjuangkan kepemilikan atas tanah (sertifikat) namun urusannya masih berlarut-larut dan sepertinya dibiarkan saja oleh pemerintah," kata Koordinator APR NTT Gecio Assale Viana dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Kupang, Sabtu.
Gecio menjelaskan, tanah seluas tiga hektare itu telah didiami sebanyak 52 kepala keluarga WNI eks Timor Timur selama 14 tahun, sejak 2003 lalu.
Tanah tersebut, katanya, merupakan relokasi yang diadakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur atau Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya dengan dukungan hibah Pemerintah Jepang senilai Rp53 miliar.
Menurutnya, tahapan yang seharusnya terpenuhi pemerintah setempat sampai pada pembagian sertifikat tanah dengan ukuran 20 m x 25 m bagi setiap kepala keluarga yang telah memilih bergabung dengan NKRI itu.
"Namun keadaan objektifnya hingga detik ini tahapan itu tidak dijalankan oleh pemerintah sehingga kami mendesak agar tanah ini segera disertifikasi agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari," katanya.
Menurutnya Gecio, APR bersama warga yang mendiami lahan tersebut telah melakukan sedikitnya tujuh kali pertemuan yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Kupang dan pemerintah provinsi, beserta tim kerja.
Ia mengatakan, dalam pertemuan itu pemerintah provinsi juga menyatakan tanah seluas tiga hektare merupakan aset Pemprov atas dasar transaksi jual beli yang sah walaupun belum ada peralihan hak.
"Pemerintah provinsi menilai tindakan klaim kepemilikan tanah oleh pemilik tanah sebelumnya merupakan tindakan melawan hukum akan tetapi dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana," katanya.
Namun, lanjutnya, pemerintah provinsi berjanji akan berupaya melakukan proses sertifikasi lahan bagi 52 kepala keluarga eks Timor-Timur itu, namun hingga kini belum dilakukan.
Atas sejumlah kesepakatan dalam pertemuan yang belum sampai pada tahapan realisasi itu maka APR menilai pemerintah setempat tidak maksimal menangani persoalan rakyatnya karena rentang waktu untuk mengurusnya sudah menahun.
"Urusan sertifikasi tanah ini terkesan adanya pembiaran karena banyak kesepakatan bersama dalam pertemuan yang melibatkan warga dan pemerintah namun tidak dijalankan," katanya.
Untuk itu, Gecio berharap agar janji penyelesaian dari pemerintah tersebut dapat direalisasikan sehingga warga eks Timor Timur dapat tinggal dengan aman dan nyaman serta bisa membangun kehidupannya di daerah itu.
"Karena bagi warga eks Timor Timur pengakuan hak atas tanah merupakan bentuk perhatian negara terhadap mereka boleh membangun kehidupan yang layak seperti masyarakat lainnya di NTT," katanya.

