Kupang (AntaraNews NTT) - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Timur mencatat selama tahun 2017 terdapat 32.000 orang warga di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini menjadi penggunaan nakotika dan obat-obatan terlarang.
"Berdasarkan hasil penelitian dilakukan BNN pusat bahwa jumlah pengguna narkoba di NTT selama tahun 2017 terdapat 32.000 orang yang didominasi masyarakat dengan tingkat ekonomi yang mapan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNP Nusa Tenggara Timur Yos Gadhi di Kupang, Selasa.
Yos mengatakan, berdasarkan data dimiliki BNNP NTT bahwa pengguna narkoba di NTT tahun 2016 sangat tinggi mencapai 49.329 orang, namun pada tahun 2017 jumlah pengguna narkoba tercatat 32.000 orang.
"Ada yang berperan sebagai pengedar dan pengguna. Pada umumnya sebagai pengguna narkoba," tegas Yos.
Ia mengatakan, semakin berkurangnya jumlah pengguna narkoba di provinsi berbasis kepulauan itu sebagai dampak dari gencarnya sosialisasi dilakukan BNNP NTT tentang bahaya peredaran gelap narkoba.
"Selama tahun 2017 kita gencar melakukan sosialisasi, kita tidak pernah berhenti melakukan berbagai upaya dalam mengatasi peredaran gelap narkoba di NTT," tegas Yos.
Ia juga mengatakan, upaya penegakan hukum melalui operasi diberbagai tempat yang berpotensi sebagai lokasi transaksi narkoba secara rutin dilakukan di daerah itu.
"Kita selalu melakukan operasi ke tempat-tempat hiburan malam di berbagai daerah yang berpeluang sebagai lokasi transaksi peredaran narkoba di NTT," katanya.
Yos menambahkan, pengguna narkoba di NTT lebih banyak mengkonsumsi narkoba jenis shabu-shabu serta ganja karena kedua jenis narkoba iitu harganya murah sehingga mudah dijangkau warga di provinsi berbasis kepulauan itu.
"Pada umumnya pengguna narkoba yang ditangkap dalam operasi dilakukan BNN, mengunakan narkoba jenis ganja serta shabu. Dua jenis narkoba itu yang digandrungi pengguna narkoba di NTT karena harganya murah," katanya.
32.000 warga NTT pengguna narkoba
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Timur mencatat selama tahun 2017 terdapat 32.000 orang warga di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini menjadi penggunaan nakotika dan obat-obatan terlarang.