Kupang (Antara NTT) - DPRD meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) serius menyelesaikan pekerjaan "broncaptering" atau bangunan penangkap sumber air baku di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah agar masyarakat bisa menikmati air bersih untuk keperluan setiap hari.
"Sampai akhir tahun 2012 sumber air bersih masih belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayah Kecamatan Wewewa Barat dan Kecamatan Kota Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya dan di wilayah Anakalang, Kabupaten Sumba tengah karena itu pemerintah perlu lebih serius untuk menuntaskan pekerjaan tersebut agar air bersih bisa dinikmati oleh masyarakat," kata Koordinator Tim Kunjungan Kerja DPRD NTT ke Pulau Sumba, Hugo Rehi Kalembu di Kupang, Selasa.
Menurut dia, proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum Ibukota Kecamatan (SPAM IKK) Watulabar, baik yang bersumber dari APBD Provinsi NTT dan APBN masih sementara dikerjakan. Itu berarti sampai dengan akhir tahun 2012 sumber air bersih masih belum dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya di Kecamatan Wewewa Barat dan Kota Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Karena itu, DPRD NTT meminta komitmen Pemerintah Provinsi NTT pada proyek tersebut untuk segera diselesaikan agar aliran air dari broncaptering ke pipa utama menjadi terhubung.
"Bila proyek itu berjalan baik dan lancar, maka Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dapat menindaklanjutinya dengan mengalokasikan dana APBD kabupaten untuk pekerjaan jaringan perpipaan guna didistribusikan ke rumah-rumah penduduk," kata Hugo politisi Partai Golkar.
Harapan senada juga disampaikan Anggota DPRD NTT asal Kabupaten Sumba Tengah, Robertus Li terkait proyek SPAM IKK di Anakalang dan Praikalala di Kabupaten Sumba Tengah yang hingga kini belum berfungsi.
Menurut Robertus masyarakat setempat sangat merindukan berfungsinya SPAM IKK di Anakalang dan Praikalala sehingga sumber air minumnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas untuk mandi, mencuci dan memasak.
"Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah sudah berupaya mengalokasikan dana APBD untuk memasang jaringan perpipaan dari pipa utama ke rumah-rumah penduduk dan kantor-kantor, namun hingga kini air minum tersebut belum dapat dimanfaatkan," kata Robertus Li yang juga mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumba Tengah di masa Orde Baru.
Ia menambahkan, pemerintah perlu melakukan langkah konkrit mencari penyebab yang menjadi kendala sehingga air bersih dari sumbernya belum bisa mengalir ke "broncaptering" dan pipa utama, termasuk melakukan desain ulang bila lokasi "broncaptering" sebagai kendala utama.
Politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini meminta Pemerintah Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah dan Balai Jalan terkait dengan pembongkaran pipa-pipa air minum sebagai dampak dari pekerjaan pelebaran jalan nasional yang bersumber dari dana APBD.
"Perbaikan atau penanaman pipa-pipa air minum menjadi tanggungjawab siapa? Apakah Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat ?" tanya Robertus.
Terkait dengan pipa air minum Praikalala yang bocor karena tekanan air yang besar, kata dia menambahkan, perlu ditinjau kembali ukuran pipa utama dengan sambungannya, karena terdapat perbedaan ukuran yakni antara pipa ukuran 12 dm dengan enam dm.
"Perlu dilakukan desain ulang sumber air Praikalala agar bisa berfungsi untuk sumber air bersih, sumber air irigasi dan sumber energi listrik (PLTA)," ujarnya.
Menurut Robertus, air minum menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat di wilayah kering, seperti di Kecamatan Kodi Utara, Kodi dan Desa Wainyapu di Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya. Wilayah Kering juga terdapat di Desa Tanabanas, Kecamatan Umbu Ratu Nggai di Kabupaten Sumba Tengah.
"Tim Kunker DPRD meminta Pemerintah Provinsi NTT memanfaatkan air bawah tanah di wilayah tersebut dengan membangun sumur-sumur bor," demikian Robertus.