BPBD NTT lakukan kolaborasi antisipasi dampak kekeringan

id bpbd,ntt,kekeringan

BPBD NTT lakukan kolaborasi antisipasi dampak kekeringan

Tangkapan layar Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD NTT Ambrosius Kodo dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kekeringan di NTT yang diselenggarakan secara virtual dari Kupang, NTT, Kamis (9/6/2022) (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)

Aktivasi kelompok kerja penanggulangan kekeringan yang terdiri dari perangkat daerah dan akademisi terkait untuk melakukan analisa lanjutan dengan tujuan penetapan status bencana...
Kupang (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan kolaborasi dengan berbagai mitra teknis untuk mengantisipasi ancaman dan dampak kekeringan yang terjadi pada musim kemarau tahun 2022 dalam wilayah NTT.

"Perangkat daerah menyampaikan sumber daya yang tersedia untuk mengantisipasi kekeringan berupa ketersediaan logistik, kesiapan distribusi, dan lainnya," kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD NTT Ambrosius Kodo dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kekeringan di NTT yang diselenggarakan secara virtual dari Kupang, Kamis, (9/6/2022).

Pada tingkat provinsi, BMKG dan BPBD akan bekerja sama untuk memberikan gambaran perkembangan kondisi kekeringan meteorologis. Selanjutnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Balai Wilayah Sungai dapat memantau dan melaporkan perkembangan debit air dan tinggi muka embung/waduk yang dianalisis di wilayah-wilayah rawan.

Berikutnya, Dinas Pertanian dapat memberikan perkembangan laporan dari petani melalui penyuluh pertanian lapangan dan data produksi tanaman pangan, terutama lahan kering di daerah rawan kekeringan. Selain itu, Perguruan Tinggi atau Fakultas Pertanian dapat melaporkan perkembangan indeks kesehatan tanaman sesuai indikator kekeringan pertanian serta identifikasi daerah di NTT yang menjadi area paling rawan kekeringan.

Ambrosius mengatakan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus melaporkan kondisi kekeringan yang berdampak pada kegagalan tumbuh tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) serta lokasi kebakaran hutan dan lahan dengan tingkat kepercayaan tinggi serta hasil pemantauan titik panas dan kejadian kebakaran hutan.

Adapun Dinas Sosial dan lembaga agama/kemasyarakatan dapat memberikan data pengaduan dampak sosial ekonomi di tingkat masyarakat.

"Aktivasi kelompok kerja penanggulangan kekeringan yang terdiri dari perangkat daerah dan akademisi terkait untuk melakukan analisa lanjutan dengan tujuan penetapan status bencana," kata dia menambahkan.

Pada tingkat kabupaten/kota, Ambrosius menjabarkan empat hal penting yang harus dilakukan. Pertama, BPBD Kabupaten/Kota melakukan pemantauan lapangan untuk validasi informasi kekeringan meteorologis dari BMKG.

Selanjutnya, BPBD NTT harus memantau lokasi yang telah memasuki musim kemarau untuk mendata warga dan lokasi yang berpotensial terdampak kekeringan.

Baca juga: BPBD NTT bentuk forum pengurangan risiko bencana di Mabar

BPBD NTT harus berkoordinasi dengan unsur pentahelix yakni pemerintah, dunia usaha, masyarakat, akademisi, dan media pada tiap kabupaten/kota dalam menganalisa situasi kekeringan.

Baca juga: BPBD NTT fokus petakan dan mendata ancaman kekeringan

Selanjutnya, menyampaikan data/informasi kepada BPBD NTT tentang rencana penanganan dan alokasi anggaran yang disediakan untuk penanganan kekeringan tahun 2022.