Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok mengatakan faktor utama yang mendorong warga Nusa Tenggara Timur menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), karena masalah ekonomi dan terbatasnya lapangan kerja.
"Faktor utama adalah ekonomi keluarga. Memang masih ada beberapa variabel lain yang ikut menjadi daya dorong masyarakat untuk mencari kerja ke luar negeri," kata Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Selasa (18/9).
Data menunjukkan, selama Januari-September 2018, Satgas TKI telah mencegah 343 calon TKI dari NTT untuk berangkat keluar negeri secara tidak prosedural. "Ini karena tekanan ekonomi yang menyebabkan para pencari kerja tidak menempuh cara prosedural untuk mencapai tujuan," katanya.
Menurut dia, faktor utama adalah ekonomi keluarga dan keterbatasan lapangan kerja, tetapi ada variabel lain yang ikut berperan dan menjadi daya dorong yang begitu kuat sehingga masyarakat merasa tertarik untuk bekerja di luar negeri sebagai TKI ilegal.
Variabel-variebal itu antara lain, karena ada iming-iming untuk mendapat uang dalam jumlah banyak setiap bulan, dan gaji mereka akan dibayar dengan menggunakan mata uang dolar.
Baca juga: 343 calon TKI dari NTT dicegah keberangkatannya
Baca juga: Satgas gagalkan keberangkatan tiga calon TKI
"Orang di desa yang tidak pernah melihat uang dalam jumlah banyak, dan mereka dijanjikan akan mendapat upah dari dolar. Inilah yang membuat mereka tidak lagi berpikir soal risiko yang dihadapi selama bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja ilegal," katanya.
Dalam hubungan dengan itu, maka pemerintah telah membangun kerja sama dengan tokoh-tokoh agama untuk ikut berperan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang prosedur menjadi TKI.
"Paling tidak ada pendeta, pastor atau imam masjid menggunakan waktu satu atau dua menit pada saat ibadah untuk menyampaikan kepada umat bahwa kalau ingin menjadi TKI maka harus melalui prosedur resmi," katanya.
"Dan, tidak boleh lagi tergiur dengan iming-iming para calo TKI yang memberikan janji-janji manis, tetapi setelah itu dibiarkan untuk menanggung risiko sendiri jika sudah terkena razia atau mengalami penyiksaaan dari majikan seperti kisah pilu yang berlangsung selama ini," ujarnya.