Kupang (ANTARA) - Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Wayan Darmawa, mengungkapkan penyebab kampung adat di provinsi setempat rawan terhadap kebakaran seperti sejumlah kasus yang terjadi sebelumnnya.

“Setelah kami lakukan investigasi lapangan diketahui tidak ada pembantas yang jelas mana kawasan perekebunan dan mana rumah adat, ini yang membuat rawan munculnya peristiwa kebakaran di perkampungan adat kita,” katanya di Kupang, Senin (12/8).

Belum lama ini, peristiwa kebakaran melanda perkampungan adat Ubu Bewi di Desa Taramanu, Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat pada Juli 2019.

Peristiwa serupa juga terjadi dalam tahun 2018 yang melanda sejumlah perkampung adat seperti Kampung adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat, kampung adat Nggela di Kabupaten Ende, dan kampung adat Gurusina di Kabupaten Ngada.

Wayan mengatakan, pihaknya sudah memprediksi bahwa sebagian besar kampung adat yang tersebar di provinsi berbasiskan kepulauan itu rawan terbakar, apalagi saat musim kemarau panjang disertai angin kencang.

Baca juga: Artikel - Misteri terbakarnya kampung adat di NTT

Menurutnya, aktivitas warga pada kawasan perkebunan di sekitar kampung adat terutama dengan membakar lahan garapannya sangat rawan memicu kebakaran di kampung adat.

“Karena memang tidak ada pembatas yang jelas, sehingga ketika ada pembakaran lahan maka api bisa dengan mudah menyambar apalagi rumah-rumah adat kita terbuat dari bahan tradisional yang mudah terbakar seperti kayu dan alang-alang,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, ke depan sesuai kebijakan yang ditetapkan dalam pembangunan pariwisata di NTT yang dipandu juga melalui peraturan daerah maka kawasan kampung adat akan dilakukan pembagian yang jelas.

Di samping itu, pemerintah juga terus mengimbau warga penghuni perkampungan adat yang menggunakan rumah adat secara aktif agar lebih berhati-hati. “Terutama karena mereka masak di dalam rumah adat yang kalau tidak dikontrol maka bisa berakibat kebakaran,” katanya.

“Kalau listrik saya kira jarang terjadi sesuai pengalaman selama ini, lebih banyak pada percikan api dari luar dari hasil pembakaran kebun karena kawasannya menyatu,” demikian Wayan Darmawa.

Baca juga: Dispar prihatin terhadap kebakaran kampung adat Nggela
Baca juga: Kampung adat Gurusina di Ngada terbakar

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024