Kupang (ANTARA) - Kapolres Flores Timur AKBP Deny Abraham mengemukakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, sudah terkendali setelah konflik berdarah antarwarga dari dua suku di desa tersebut, Kamis (5/3) pagi.
"Dalam konflik ini ada enam orang dilaporkan tewas terbunuh. Namun, sampai saat ini situasi kamtibmas di Desa Sandosi aman terkendali," kata AKBP Deny Abraham ketika dihubungi Antara dari Kupang, Jumat (6/3).
Ketika dihubungi, Deny mengaku sedang berada di Desa Sandosi dengan kepala desa setempat untuk melakukan upaya pengendalian situasi. Pada saat ini juga, enam korban yang tewas segera dimakamkan.
Dia mengatakan, selain kepala desa, pihaknya melakukan pendekatan dengan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (muspika) dan tokoh-tokoh adat setempat untuk bersama-sama menjaga situasi kamtibmas agar tetap kondusif.
Deny mengatakan telah mengerahkan personel dari Polres Flores Timur dan jajaran Polsek sebanyak 1 SSK (Satuan Setingkat Kompi) berjumlah sekitar 100 orang.
Jenazah korban meninggal akibat perang tanding di Adonara. (ANTARA/HO-Nadus Lamanepa)
Selain itu personel Bantuan Kendali Operasi (BKO) juga dikirim dari daerah lain di antaranya Kabupaten Lembata sebanyak 1 SSP (Satuan Setingkat Peleton) berjumlah 30 orang, Kabupaten Sikka 1 SST, Dalmas Polda NTT 1 SST, serta personel Brimob dari Sikka 1 SKK.
"Bantuan pengamanan situasi juga dilakukan personel TNI dari Komando Distrik Militer (Kodim) setempat sebanyak 1 SST," kata Kapolres Flores Timur.
Peristiwa "perang tanding" antarwarga dari dua suku di Desa Sandosi pecah pada Kamis (5/3) pagi di wilayah perkebunan Wulen Wata dan menewaskan sebanyak enam orang.
Korban tewas di antaranya dari suku Kwaelaga masing-masing berinisial MKK (80), YMS (70), YOT (56), dan SR (68), sedang dari Suku Lamatokan adalah YH (70) dan WK (80).
Keterangan yang diperoleh menyebutkan korban dari Suku Kwaelaga akan dimakamkan dalam satu pusara, karena mereka semua adalah kakak beradik.
Dua orang prajurit TNI-AD sedang berjaga-jaga di sekitar kediaman para korban yang tewas dalam oerang tanding antarsuku di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, NTT, Kamis (5/3/2020). (ANTARA/HO-Ipul RT)
"Dalam konflik ini ada enam orang dilaporkan tewas terbunuh. Namun, sampai saat ini situasi kamtibmas di Desa Sandosi aman terkendali," kata AKBP Deny Abraham ketika dihubungi Antara dari Kupang, Jumat (6/3).
Ketika dihubungi, Deny mengaku sedang berada di Desa Sandosi dengan kepala desa setempat untuk melakukan upaya pengendalian situasi. Pada saat ini juga, enam korban yang tewas segera dimakamkan.
Dia mengatakan, selain kepala desa, pihaknya melakukan pendekatan dengan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (muspika) dan tokoh-tokoh adat setempat untuk bersama-sama menjaga situasi kamtibmas agar tetap kondusif.
Deny mengatakan telah mengerahkan personel dari Polres Flores Timur dan jajaran Polsek sebanyak 1 SSK (Satuan Setingkat Kompi) berjumlah sekitar 100 orang.
Selain itu personel Bantuan Kendali Operasi (BKO) juga dikirim dari daerah lain di antaranya Kabupaten Lembata sebanyak 1 SSP (Satuan Setingkat Peleton) berjumlah 30 orang, Kabupaten Sikka 1 SST, Dalmas Polda NTT 1 SST, serta personel Brimob dari Sikka 1 SKK.
"Bantuan pengamanan situasi juga dilakukan personel TNI dari Komando Distrik Militer (Kodim) setempat sebanyak 1 SST," kata Kapolres Flores Timur.
Peristiwa "perang tanding" antarwarga dari dua suku di Desa Sandosi pecah pada Kamis (5/3) pagi di wilayah perkebunan Wulen Wata dan menewaskan sebanyak enam orang.
Korban tewas di antaranya dari suku Kwaelaga masing-masing berinisial MKK (80), YMS (70), YOT (56), dan SR (68), sedang dari Suku Lamatokan adalah YH (70) dan WK (80).
Keterangan yang diperoleh menyebutkan korban dari Suku Kwaelaga akan dimakamkan dalam satu pusara, karena mereka semua adalah kakak beradik.