Kupang (AntaraNews NTT) - Amfoang merupakan salah satu wilayah teritori pemerintahan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur yang letaknya berbatasan langsung dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse.

Wilayah ini masih sangat tertinggal, terpencil dan terkebelakang di wilayah Kabupaten Kupang, sehingga dipecah menjadi enam kecamatan untuk memudahkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.

Pusat pemerintahan Amfoang Selatan di Lelogama, Amfoang Barat Laut di Manubelon, Amfoang Utara di Naikliu, Amfoang Barat Laut di Soliu, Amfoang Timur di Oepoli, dan Amfoang Tengah di Fatumon. Berdasarkan data BPS Kabupaten Kupang 2016, jumlah penduduk di enam kecamatan tersebut hanya 611 jiwa.

Untuk menggapai enam wilayah kecamatan tersebut, tidaklah segampang yang dibayangkan, karena harus melewati medan jalan yang sangat buruk, kemudian naik turun gunung dengan melintasi lembah yang terjal serta harus mengarungi lebih dari 100 anak sungai untuk menaklukannya.

Sejak pemerintahan Kabupaten Kupang terbentuk pada 1959, tak seorang pun kepala daerah yang berani melintas ke Amfoang, kecuali pada masa pemerintahan Bupati Kupang Ayub Titu Eki.

"Jika kendaraan yang ditumpangi bupati tak sanggup menembus sebuah medan jalan yang berat, dengan terpaksa harus jalan kaki untuk menyapa masyarakat di desa-desa di wilayah Amfoang," tutur Stefanus Baha, Kepala Bagian Humas Pemda Kabupaten Kupang.

Tipikal Bupati Ayub yang akan mengakhiri masa jabatannya kedua pada Juni 2018 itu dinilai sangat fenomenal dan fantastis, karena hanya beliau yang bisa menyapa masyarakat Amfoang dari dekat yang selama ini tak pernah dilakukan oleh para pendahulunya.

Tidak terlalu berlebihan jika Stefanus Baha memberikan penilaian tersebut kepada sang bupatinya, karena untuk menggapai wilayah Amfoang, tidak semua jenis kendaraan bisa melewatinya, kecuali jenis kendaraan yang menggunakan sistem dobel gardan.

Kendaraan jenis dobel gardan ini pun hanya bisa melintasi medan jalan Amfoang saat musim kemarau, sedang saat tibanya musim penghujan, tak ada satu pun kendaraan yang berani menuju Amfoang.

Wilayah Amfoang akhirnya menjadi tertutup total bagi masyarakat luar dan masyarakat Amfoang sendiri. Sejak Indonesia Merdeka 1945, wilayah Amfoang tampaknya belum tersentuh aspal dan sebagiannya gelap gulita, karena belum terentuh penerangan listrik dari PLN.

Menurut catatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kupang, ada sekitar 100 anak sungai yang membentang luas dari Oelamasi sampai ke Amfoang dengan lebar berkisar antara 100 - 200 meter. Saat musim hujan, banjir dari daerah pegunungan memenuhi semua kali yang ada, sehingga tak ada kendaraan yang berani melintasinya.

"Ada sekitar 168 unit jembatan yang harus dibangun pemerintah untuk membuka isolasi wilayah Amfoang yang berbatasan dengan Oecusse, Timor Leste itu," komentar Kepala Dinas PU Kabupaten Kupang Joni Nomseo.

Ia menyadari bahwa persoalan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi salah satu kendala terbesar dalam upaya mempercepat pembangunan di gerbang terdepan Indonesia yang berbatasan dengan Oecusse, Timor Leste itu.

Apakah APBD Kabupaten Kupang mencukupi untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan sepanjang 150 km menuju Amfoang itu? "APBD Kabupaten Kupang hanya Rp1 triliun, bagaimana bisa membiayai pembangunan tersebut, kecuali melalui dana APBN," kata Nomseo yang juga Pelaksana Tugas Sekda Kabupaten Kupang itu.

Langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kupang adalah dengan merintis pembangunan jalan poros tengah sepanjang 139 km yang melintasi enam kecamatan di wilayah Amfoang.

"Kami sudah merintis pembangunan jalan poros tengah sepanjang 32 km sejak tahun 2016. Bahkan pemerintah pusat pun sudah membantu karena masuk dalam jalan strategis nasional, namun sekarang belum juga dilanjutkan karena berbagai persoalan," ujarnya.

DOB opsi terakhir
Sejak terbentuknya pemerintahan Kabupaten Kupang pada 1959 sampai saat ini, belum ada satu pemerintahan pun yang berani memberi prioritas pembangunan khusus untuk wilayah Amfoang sebagai salah satu bentuk pemerataan pembangunan.

Sebanyak 611 warga Amfoang yang menghuni enam wilayah kecamatan tersebut akan merasa terus terisolasi jika masih menjadi bagian dari Kabupaten Kupang. Sebab, upaya untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan sepanjang 150 km itu rasanya tak mungkin akan terjadi.

Atas dasar itu, masyarakat Amfoang tengah berjuang untuk segera lepas dari Kabupaten Kupang dengan opsi membentuk daerah otonom baru (DOB) agar segera keluar dari jerat kemiskinan dan keterbelakangan yang terus menyelimuti sampai saat ini.

Lembaga Pemangku Adat (LPA) Amfoang yang diketuai Raja Robby GJ Manoh juga mendukung pemekaran Kabupaten Amfoang menjadi DOB lepas dari Kabupaten Kupang. Lewat sebuah musyawarah agung yang berlangsung di Naikliu, Amfoang Utara pada Mei 2017, LPA pun mendukung penuh pembentukan DOB Amfoang.

Dalam musyawarah agung itu, ada tiga hal yang didiskusikan, yakni DOB Amfoang, perbatasan antarnegara RI-Timor Leste serta pelestarian adat dan lingkungan hidup. Selain itu, disepakati pula penyerahan lahan seluas 100 hektare kepada pemerintah untuk calon ibu kota Amfoang.

DOB Amfoang menjadi isu politik yang cukup menarik dalam musim Pilkada 2018 di Kabupaten Kupang. Pasangan calon bupati-wakil bupati Kabupaten Kupang periode 2018-2023 Hendrik Paut-Aljeri Monas (Harmoni) justru berpendapat DOB Amfoang merupakan solusi terbaik dalam upaya mempercepat pemerataan pembangunan di kawasan perbatasan NTT-Oecuse, Timor Leste.

"Pembentukan DOB Amfoang merupakan aspirasi masyarakat dari enam kecamatan di wilayah Amfoang yang sudah diperjuangkan sejak lama, sehingga kita akan terus memperjuangkanya kepada pemerintah pusat agar secepatnya terwujud," kata Aljeri Monas.

Aljeri Monas menyadari bahwa perjuangan untuk membentuk DOB Amfoang itu tidaklah semudah orang membalikkan telapak tangan, karena saat ini pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang memberlakukan moratorium pembentukan DOB di seluruh Indonesia.

Dalam pandangannya, wilayah Amfoang akan lepas dari selimut keterpencilan dan keterbelakangan jika telah membentuk rumah tangganya sendiri lepas dari belenggu pemerintahan Kabupaten Kupang yang tak pernah berdaya membangun Amfoang selama ini.

Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Oecusse, Timor Leste, rasanya tidak terlalu berlebihan jika Amfoang harus berdiri sendiri menjadi sebuah DOB di serambi depan nusantara.

DOB Amfoang tampaknya menjadi sebuah pilihan yang tepat bagi 611 rakyat Amfoang untuk menata rumah tangganya sendiri, karena mereka tak mau lagi menjadi beban Kabupaten Kupang yang tak pernah berdaya untuk menggapainya ke arah yang lebih baik dan lebih menjanjikan sebagai gerbang Indonesia bagi Oecusse, Timor Leste.

Ketua DPRD Kabupaten Kupang Yosef Lede juga mendukung upaya pembentukan DOB Amfoang, dan mengatakan bahwa lembaga perwakilan rakyat yang dipimpinnya telah memberikan rekomendasi pembentukan DOB Amfoang kepada pemerintah pusat beberapa tahun silam.

"Jika sampai kini belum ada kabar soal DOB Amfoang, memang karena sedang moratorium. Tapi, saya tetap optimistis bahwa DOB Amfoang akan terwujud, karena secara geopolitik wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Oecusse, Timor Leste," katanya.

Pewarta : Laurensius Molan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024