Kupang (AntaraNews NTT) - Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong lembaga-lembaga pendidikan di daerah setempat agar mengajarkan bahasa Mandarin kepada para peserta didiknya.
"Lulusan sekolah-sekolah tingkat SMA maupun perguruan tinggi berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai memiliki peluang besar terserap di dunia kerja, terutama di sektor pariwisata," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Marius Ardu Jelamu di Kupang, Selasa (8/5).
Menurut Marius, tenaga-tenaga kerja berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai sangat dibutuhkan di sektor pariwisata, mengingat arus wisatawan dari China yang semakin menggeliat dan berdatangan di Indonesia berjumlah jutaan orang.
Seperti pada Tahun 2017 lalu, lanjutnya, diketahui sekitar 140 juta warga China berkeliling dunia, dan sebanyak 1,3 juta orang di antaranya masuk ke Indonesia melalui Denpasar, Bali.
"Untuk itu NTT sebagai bagian dari destinasi wisata unggulan yang telah mendunia mesti siap menangkap peluang lapangan kerja sektor pariwisata yang ada," katanya.
Menurut dia, pelaku-pelaku usaha wisata, seperti perhotelan, operator tur, pemandu wisata, dan lainnya di daerah setempat masih jarang yang berkemampuan bahasa Mandarin.
Seperti dalam catatan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTT, lebih dari 290 pemandu wisata yang beroperasi di daerah setempat, 80-an persen di antaranya berkemampuan bahasa Inggris dan Jerman, dan masih jarang yang bisa berbahasa Mandarin.
Baca juga: Arus kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo meroket
Pesona Pulau Rinca di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Flores Barat, NTT
"Kalau di Bali sekarang banyak pelaku usaha pariwisata yang mampu berbahasa Mandarin, sementara di NTT ini masih menjadi kendala karena belum ada lembaga pendidikan yang memberi kursus soal bahasa Mandarin," kata Marius.
Menurut Marius, dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan berperan penting mencetak lulusan-lulusan yang berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai untuk menjawab kebutuhan pasar pariwisata yang ada.
"Sehingga sudah saatnya SMA maupun perguruan tinggi membuka jurusan multibahasa, termasuk di dalamnya bahasa Mandarin," katanya.
Ia menyebut, perguruan tinggi yang populer di daerah setempat, seperti Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang yang memiliki program studi ilmu bahasa bisa menerapkannya.
"Kalau hanya diajarkan bahasa Inggris, saya pikir itu sangat biasa untuk universitas besar seperti Undana, sekarang tuntutan pasar internasional sehingga lembaga pendidikan yang memiliki jurusan bahasa harus bisa menangkap peluang yang ada," katanya.
Marius menambahkan, butuh kebijakan pemerintah pusat melalui kementerian terkait agar bahasa-bahasa internasional yang populer diterapkan di sekolah-sekolah.
"Kalau di Jawa sudah marak menerapkan pelajaran khusus, seperti Mandarin, Jepang, Italia, dan sebagainya, tapi di NTT kan belum, untuk itu butuh kebijakan yang mewajibkan diterapkan bersama," katanya.
Baca juga: Wisatawan Eropa lebih suka desa wisata
. Wisatawan China di Pulau Dewata, Bali. (ANTARA Foto/dok)
"Lulusan sekolah-sekolah tingkat SMA maupun perguruan tinggi berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai memiliki peluang besar terserap di dunia kerja, terutama di sektor pariwisata," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Marius Ardu Jelamu di Kupang, Selasa (8/5).
Menurut Marius, tenaga-tenaga kerja berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai sangat dibutuhkan di sektor pariwisata, mengingat arus wisatawan dari China yang semakin menggeliat dan berdatangan di Indonesia berjumlah jutaan orang.
Seperti pada Tahun 2017 lalu, lanjutnya, diketahui sekitar 140 juta warga China berkeliling dunia, dan sebanyak 1,3 juta orang di antaranya masuk ke Indonesia melalui Denpasar, Bali.
"Untuk itu NTT sebagai bagian dari destinasi wisata unggulan yang telah mendunia mesti siap menangkap peluang lapangan kerja sektor pariwisata yang ada," katanya.
Menurut dia, pelaku-pelaku usaha wisata, seperti perhotelan, operator tur, pemandu wisata, dan lainnya di daerah setempat masih jarang yang berkemampuan bahasa Mandarin.
Seperti dalam catatan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTT, lebih dari 290 pemandu wisata yang beroperasi di daerah setempat, 80-an persen di antaranya berkemampuan bahasa Inggris dan Jerman, dan masih jarang yang bisa berbahasa Mandarin.
Baca juga: Arus kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo meroket
"Kalau di Bali sekarang banyak pelaku usaha pariwisata yang mampu berbahasa Mandarin, sementara di NTT ini masih menjadi kendala karena belum ada lembaga pendidikan yang memberi kursus soal bahasa Mandarin," kata Marius.
Menurut Marius, dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan berperan penting mencetak lulusan-lulusan yang berkemampuan bahasa Mandarin yang memadai untuk menjawab kebutuhan pasar pariwisata yang ada.
"Sehingga sudah saatnya SMA maupun perguruan tinggi membuka jurusan multibahasa, termasuk di dalamnya bahasa Mandarin," katanya.
Ia menyebut, perguruan tinggi yang populer di daerah setempat, seperti Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang yang memiliki program studi ilmu bahasa bisa menerapkannya.
"Kalau hanya diajarkan bahasa Inggris, saya pikir itu sangat biasa untuk universitas besar seperti Undana, sekarang tuntutan pasar internasional sehingga lembaga pendidikan yang memiliki jurusan bahasa harus bisa menangkap peluang yang ada," katanya.
Marius menambahkan, butuh kebijakan pemerintah pusat melalui kementerian terkait agar bahasa-bahasa internasional yang populer diterapkan di sekolah-sekolah.
"Kalau di Jawa sudah marak menerapkan pelajaran khusus, seperti Mandarin, Jepang, Italia, dan sebagainya, tapi di NTT kan belum, untuk itu butuh kebijakan yang mewajibkan diterapkan bersama," katanya.
Baca juga: Wisatawan Eropa lebih suka desa wisata