Kupang (AntaraNews NTT) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menjalin kerja sama dengan Universitas Kristen (Unkris) Artha Wacana Kupang untuk mengembangkan rumput laut di provinsi berbasis kepulauan ini.
"Dalam tahap awal kerja sama ini, pihak Unkris akan melakukan survei terlebih dahulu mengenai potensi rumput laut di lima klaster pada akhir 2018 ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto kepada Antara di Kupang, Kamis (30/8).
"Kami baru saja selesai mengadakan pertemuan dengan Unkris untuk membahas rencana kerja sama pengembangan rumput laut di NTT," ujarnya.
Menurut dia, ada lima klaster di NTT yang memiliki potensi rumput laut, tetapi apakah potensi yang ada bisa dikembangkan atau tidak sangat bergantung pada hasil survei.
Klaster satu meliputi Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya, klaster dua meliputi Kabupaten Rote Ndao dan seluruh Pulau Timor yang memiliki potensi rumput laut.
Baca juga: Rumput laut NTT diminati sejumlah negara
Dua orang petani rumput laut sedang memanen komoditas "emas hijau" itu di pinggiran pantai Nemberala, Kabupaten Rote Ndao, NTT, Minggu (29/4). (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
Klaster tiga meliputi seluruh wilayah Kabupaten Alor, klaster empat seluruh wilayah Manggarai Raya dan klaster lima meliputi wilayah Kabupaten Flores Timur dan Lembata.
Dia mengatakan, tidak semua daerah potensial bisa dikembangkan rumput laut karena sangat tergantung gelombang dan arus laut di wilayah pesisir daerah itu.
"Kalau ada potensi tetapi gelombang dan arus lautnya besar, maka tidak bisa dijadikan sebagai area pengembangan rumput laut dalam skala besar karena berpotensi bermasalah," katanya.
Dalam hubungan dengan itu, perlu dilakukan survei terlebih dahulu untuk memastikan apakah seluruh peta potensi rumput laut yang ada di NTT ini bisa dikembangkan atau tidak.
Mengenai anggaran, dia mengatakan, Pemerintah NTT telah mengalokasikan anggaran melalui APBD Perubahan 2018 untuk membiayai pelaksanaan survei dimaksud, sehingga pelaksanaannya baru akan dimulai pada akhir 2018.
Baca juga: Tumpahan Montara penyebab produksi rumput laut menurun
Usaha rumput laut tercemar minyak dan zat beracun lainnya pascameledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009. (ANTARA Foto/dok)
"Dalam tahap awal kerja sama ini, pihak Unkris akan melakukan survei terlebih dahulu mengenai potensi rumput laut di lima klaster pada akhir 2018 ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto kepada Antara di Kupang, Kamis (30/8).
"Kami baru saja selesai mengadakan pertemuan dengan Unkris untuk membahas rencana kerja sama pengembangan rumput laut di NTT," ujarnya.
Menurut dia, ada lima klaster di NTT yang memiliki potensi rumput laut, tetapi apakah potensi yang ada bisa dikembangkan atau tidak sangat bergantung pada hasil survei.
Klaster satu meliputi Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya, klaster dua meliputi Kabupaten Rote Ndao dan seluruh Pulau Timor yang memiliki potensi rumput laut.
Baca juga: Rumput laut NTT diminati sejumlah negara
Dia mengatakan, tidak semua daerah potensial bisa dikembangkan rumput laut karena sangat tergantung gelombang dan arus laut di wilayah pesisir daerah itu.
"Kalau ada potensi tetapi gelombang dan arus lautnya besar, maka tidak bisa dijadikan sebagai area pengembangan rumput laut dalam skala besar karena berpotensi bermasalah," katanya.
Dalam hubungan dengan itu, perlu dilakukan survei terlebih dahulu untuk memastikan apakah seluruh peta potensi rumput laut yang ada di NTT ini bisa dikembangkan atau tidak.
Mengenai anggaran, dia mengatakan, Pemerintah NTT telah mengalokasikan anggaran melalui APBD Perubahan 2018 untuk membiayai pelaksanaan survei dimaksud, sehingga pelaksanaannya baru akan dimulai pada akhir 2018.
Baca juga: Tumpahan Montara penyebab produksi rumput laut menurun