Artikel - Memaknai penggunaan diksi kakak - adik di pertemuan Puan-AHY
Pertemuan Puan dan AHY di Istora Senayan Jakarta dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, tetapi yang paling penting adalah ini merupakan momentum penting untuk mengawal proses demokrasi secara baik pascaJokowi,
Pertemuan Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono dapat pula dipandang sebagai sebuah eksperimen politik yang coba dijalankan PDIP untuk meluruhkan blok politik yang cenderung menjadi ekstrem sekarang dan ke depan hingga Februari 2024.
Sebab, jika tidak ada terobosan politik, citra Ganjar dan PDIP tidak akan cukup inkulsif di tengah pemilih oposisi yang menjadi ceruk pemilih bagi Demokrat, Nasdem dan PKS.
Bisa saja para pemilih Demokrat, Nasdem dan PKS ada yang menyukai Ganjar, tapi karena tidak suka pada PDIP, yang selama ini dicap anti dengan Demokrat, sehingga para pemilih ini meski menyukai Ganjar, menolak untuk memilihnya gara-gara citra yang kurang baik pada PDIP.
Karena itu, ini terobosan politik Puan Maharani yang coba melompati pagar garis api PDIP dan Demokrat yang kita tahu bersama, sudah saling kunci dan berseberangan selama 20 tahunan.
Di tengah panasnya blok politik pilpres, antara kelompok status guo Jokowi dan yang pro-perubahan, Puan Maharani, dengan jam terbang serta intuisi politik perempuannya, coba memainkan "kartu truf" ini.
Pertemuan itu bukan akrobat politik amatiran, tapi sebuah eksperimen politik brilian yang berani dan cerdas. Dampaknya baru akan terbaca dalam beberapa pekan ke depan, apakah pertarungan pilpres ini makin keras atau lebih adem dan tidak menjurus kasar.
Oleh karena itu, publik patut memberikan apresiasi atas langkah politik ini untuk mendamaikan suasana menjelang pileg dan Pilpres 2024.
Pertemuan elit dalam perspektif paternalistik dapat melegakan publik karena perilaku massa sangat tercermin dari perilaku elit. Pertemuan itu diharapkan menjadi angin segar bagi dinamika politik dan demokrasi menuju Pemilu 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memaknai penggunaan diksi "kakak - adik" di pertemuan Puan-AHY
Sebab, jika tidak ada terobosan politik, citra Ganjar dan PDIP tidak akan cukup inkulsif di tengah pemilih oposisi yang menjadi ceruk pemilih bagi Demokrat, Nasdem dan PKS.
Bisa saja para pemilih Demokrat, Nasdem dan PKS ada yang menyukai Ganjar, tapi karena tidak suka pada PDIP, yang selama ini dicap anti dengan Demokrat, sehingga para pemilih ini meski menyukai Ganjar, menolak untuk memilihnya gara-gara citra yang kurang baik pada PDIP.
Karena itu, ini terobosan politik Puan Maharani yang coba melompati pagar garis api PDIP dan Demokrat yang kita tahu bersama, sudah saling kunci dan berseberangan selama 20 tahunan.
Di tengah panasnya blok politik pilpres, antara kelompok status guo Jokowi dan yang pro-perubahan, Puan Maharani, dengan jam terbang serta intuisi politik perempuannya, coba memainkan "kartu truf" ini.
Pertemuan itu bukan akrobat politik amatiran, tapi sebuah eksperimen politik brilian yang berani dan cerdas. Dampaknya baru akan terbaca dalam beberapa pekan ke depan, apakah pertarungan pilpres ini makin keras atau lebih adem dan tidak menjurus kasar.
Oleh karena itu, publik patut memberikan apresiasi atas langkah politik ini untuk mendamaikan suasana menjelang pileg dan Pilpres 2024.
Pertemuan elit dalam perspektif paternalistik dapat melegakan publik karena perilaku massa sangat tercermin dari perilaku elit. Pertemuan itu diharapkan menjadi angin segar bagi dinamika politik dan demokrasi menuju Pemilu 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memaknai penggunaan diksi "kakak - adik" di pertemuan Puan-AHY