Hanya perlu menjadi ahli menikmati agar hidup senantiasa terasa damai, menerima segala yang tengah terjadi dan piawai berbahagia di segala suasana. Kesemua itu merupakan obat awet muda paling alami.
Tak perlu memilih-milih atau berandai-andai untuk berada di tahapan usia yang mana agar tetap bahagia. Karena pada setiap tahapan usia memiliki versi bahagianya sendiri, seperti digambarkan berikut ini:
Versi bahagia
- Bayi. Anak manusia paling merdeka yang diizinkan hidup tanpa aturan apapun. Apa saja boleh, boleh ngompol, nangis, rewel, dan melakukan hal-hal absurd tanpa ada larangan malah memperoleh puja-puji dan respons gelak tawa dari anggota keluarga.
- Anak-anak. Dunia bermain mereka miliki, sebagian besar waktunya untuk bermain-main dan difasilitasi orang tuanya. Pintar dan kreatifnya dipuji, nakal, dan kebandelannya dimaklumi.
- Remaja. Mulai berbunga-bunga menikmati sensasi pubertas, dunia serasa indah, bermain dengan berbagai eksperimental, berkhayal, dan bermimpi sesuka hati.
- Dewasa. Menemukan tambatan hati, memulai bahtera rumah tangga, dan bahagia bersama pasangan yang kemudian membuahkan keturunan. Memiliki karier atau bisnis yang sukses, sejumlah obsesi telah tercapai, menikmati pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
- Tua. Manusia senior yang telah kenyang pengalaman, menikmati masa pensiun dengan hidup santai tapi sejahtera. Dikelilingi anak cucu yang lucu dan menghibur. Sudah terbebas dari sebagian besar tanggung jawab duniawi, tinggal meningkatkan kualitas ibadah sembari menanti waktu untuk kembali pada kehidupan yang abadi.
Tak perlu berkabung
Peneliti Hannah Kuper dan profesor Sir Michael Marmot dari The London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM) Harvard School of Public Health, pada 2003 melakukan studi mengenai pola pikir yang memengaruhi kesehatan seseorang.
Disebutkannya, perasaan stres karena kesan negatif tentang penuaan berkontribusi pada peradangan kronis dan lebih banyak masalah kesehatan dalam jangka panjang.
“Menjalani stereotip orang yang lebih tua justru dapat meningkatkan masalah yang ditakuti itu sendiri,” katanya.
Sebaliknya, orang yang berpikir usia tua dimulai di kemudian hari mungkin lebih peduli pada kesehatan dan kebugaran mereka, dan karena itu mengambil langkah aktif untuk tetap dalam kondisi yang lebih baik.
Mereka pikir mereka lebih muda dan berperilaku dengan cara yang lebih muda, menciptakan lingkaran sebab akibat yang baik.
Riset Kuper dan Marmot bukanlah satu-satunya penelitian yang menunjukkan manfaat terukur dari berpikir positif tentang penuaan.
Profesor psikologi Universitas Yale di New Haven Connecticut, AS, Becca R. Levy, menggunakan data dari Studi Longitudinal penuaan dan pensiun Ohio, juga menghasilkan beberapa temuan luar biasa.
Penelitian Ohio diikuti lebih dari 1.000 orang yang setidaknya berusia 50 tahun pada saat itu. Dia menemukan bahwa orang-orang yang memiliki pandangan positif tentang penuaan mereka sendiri, rata-rata hidup 22,6 tahun setelah penelitian. Sedangkan mereka yang merasa kurang positif tentang penuaan, rata-rata hidup hanya 15 tahun kemudian.
Lantas disusul penelitian baru oleh Susanne Wurm dari Universitas Greifswald di Jerman utara, yang memperoleh kesimpulan seperti berikut.
Orang yang melihat usia tua dengan lebih positif --misalnya sebagai waktu untuk mempelajari hal-hal baru dan membuat rencana baru-- mereka rata-rata hidup lebih lama.
Dalam bukunya The Expectation Effect, jurnalis sains David Robson menyarankan supaya orang fokus pada pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh seiring bertambahnya usia, ketimbang berkabung karena kehilangan masa muda.
“Perhatikan betapa kita jauh lebih baik dalam menghadapi berbagai hal,” kata dia.
Ketika orang tua tidak sehat, mereka tidak boleh berasumsi bahwa itu semua karena faktor usia tua.
“Sejalan bertambahnya usia, kita tidak boleh menyerah untuk mencoba menjadi lebih sehat dan percaya bahwa ada banyak hal yang masih bisa kita lakukan,” saran Robson.
Jika kita mengadopsi sikap ini, kemungkinan besar kita akan hidup lebih lama dan menikmatinya.
Menunda tua