Lewoleba (ANTARA) -
Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan kajian untuk memetakan potensi malaadministrasi dalam pelayanan Surat Keterangan Tanah (SKT) bagi masyarakat.
"Kami memandang perlu melakukan kajian khusus terkait SKT guna memberi saran kepada para pihak mulai dari desa, kelurahan, camat hingga BPN," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dihubungi dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata, Senin, (8/4/2024).
Kajian dan pemetaan potensi itu merupakan salah satu upaya untuk pencegahan malaadministrasi dalam pemberian layanan publik kepada masyarakat.
Dalam pemetaan yang ada, substansi laporan pertanahan atau agraria masih menjadi laporan yang paling tinggi dibanding substansi lain.
Dari laporan yang masuk ke Ombudsman NTT, sebaran terbanyak berada di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.
"Hasil kajian ini kami sampaikan kepada instansi terkait," ucap Darius.
Kepala Keasistenan Pencegahan Malaadministrasi Ombudsman NTT Ola Mangu Kanisius menyebut adanya keluhan berulang terkait ketidakpastian pelayanan SKT oleh pemerintah desa, kelurahan, dan kecamatan.
Menurutnya ketidakpastian pelayanan SKT akan menimbulkan ketidakpastian pelayanan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan kabupaten atau kota.
Oleh karena itu butuh kepastian pelayanan sertifikat tanah di tingkat desa, kelurahan, atau kecamatan kepada masyarakat dalam kapasitas sebagai pemohon hak atas suatu bidang tanah.
Lebih lanjut ia menjelaskan kajian yang telah dilakukan Ombudsman NTT menganalisa penyebab potensi malaadministasi yakni ketidakpastian pelayanan SKT yang diterima warga yang berkaitan dengan keterpenuhan aspek organisasi sesuai komponen standar pelayanan berupa dasar hukum, fasilitas, jumlah, dan kompetensi petugas pelaksana.
Baca juga: Ombudsman NTT dampingi standar pelayanan dinas pendidikan di 12 kabupaten
"Tentunya untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas," kata Ola Mangu.