Artikel - Menenun asa di Bumi Flobamora

id PEMBERDAYAAN, EKS TPPO, BURUH MIGRAN, PMI, NTT, FLOBAMORA,artikel tenunan Oleh Aditya Pradana Putra

Artikel - Menenun asa di Bumi Flobamora

Eks TKI bermasalah di Malaysia, Regina Siki menenun kain tradisional setempat di Sasi, Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

...Tidak sekadar menenun asa, perjuangan para eks TPPO dan PMI bermasalah untuk kembali bangkit menjadi mandiri juga menjadi bagian dari upaya membangun kampung halaman mereka di NTT dan negeri ini, Indonesia

Sepulang dari Malaysia, Regina sempat bekerja serabutan dengan pendapatan tidak menentu. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka warung sayur, bermodal sisa gaji sebagai ART di Malaysia dan sisa harta yang ia miliki. Meski perlahan, nyatanya keberuntungan mulai berpihak padanya. Seiring semakin banyaknya pelanggan, omzet warung sayur Regina pun terus berkembang. Dari hasil warung, ia bisa menyekolahkan lima anaknya.

Sebelas tahun berlalu, kasih Tuhan kembali menyapa Regina dan keluarganya melalui Kementerian Sosial. Terpilih sebagai salah satu penerima manfaat program pemberdayaan eks korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah, ia mendapatkan bantuan sekitar Rp13 juta.

Dari uang itu ia manfaatkan untuk mengembangkan warung dan mewujudkan mimpi lama sebagai penenun kain. Sejak remaja, Regina sebetulnya memiliki bakat menenun, tetapi karena keterbatasan modal, membuat ia belum bisa merealisasikannya menjadi usaha.

Tidak sekadar menggapai mimpi lamanya, Regina pun juga bisa mengantarkan dua putranya untuk berkuliah di jenjang perguruan tinggi dari hasil penjualan kain tenun buatannya.

Setali tiga uang dengan Regina, Yudit Bana (41 tahun) juga mulai membangun mimpinya di kampung halaman, usai memutuskan berhenti bekerja sebagai buruh migran di Malaysia. Tidak mudah baginya untuk beralih dari buruh migran di luar negeri menjadi wirausaha di Timor Tengah Utara.

Yudit sempat mengalami jatuh bangun sebagai peternak ayam broiler. Kesabarannya tidak sia-sia. Hingga akhirnya pada 2023, ia menerima suntikan dana sekitar Rp10 juta dari program serupa yang diterima oleh Regina dari Kemensos.

Dari 100 ekor bibit ayam yang ia pelihara, Yudit sudah memutar hasilnya hingga telah lima kali panen. Bahkan, dari hasil panen terakhir, ia sudah bisa menabung untuk biaya kuliah satu semester anaknya.

Kisah yang berbeda dialami oleh salah seorang eks TKI lainnya, Yohanis Nismeto (38 tahun). Kisahnya selama delapan tahun Yohanis bekerja di Malaysia harus berakhir di penjara selama tiga bulan. Ia geram betul karena paspor serta visa kerjanya sudah lama kedaluwarsa akibat tidak diperpanjang oleh agen penyalurnya. Padahal, keharusan agen untuk membantu memperpanjang sudah ada di surat kontraknya.

Beruntung bagi Yohanis, pemerintah Indonesia merangkulnya, usai bebas dari penjara Malaysia. Kementerian Sosial menjemput dan membawa Yohanis pulang ke Nusa Tenggara Timur, meskipun ia tidak langsung pulang ke kampungnya di Amfoang, wilayah NTT yang berbatasan dengan Distrik Oekusi Ambenu, negara Timor Leste.

Setibanya di NTT, Yohanis dibawa ke pusat rehabilitasi dan pelatihan Sentra Efata UPT Kemensos di Naibonat, Kabupaten Kupang. Di tempat itu Yohanis direhabilitasi dan dilatih keterampilan agar dapat bangkit, setelah melewati masa kelam di Malaysia. Dari pelatihan pertanian, perbengkelan, hingga peternakan, telah ia cicipi selama hampir sebulan di pusat pelatihan kerja Kemensos itu.

Setelah mencoba belajar sejumlah bidang keterampilan, Yohanis akhirnya memutuskan memilih beternak ayam untuk ia lanjutkan sebagai bidang usaha di kampungnya. Yohanis bermunajat agar kelak rencana peternakannya dapat sukses di Amfoang, sehingga ia tidak perlu lagi merantau ke luar negeri untuk meraih pundi rezeki.

Rehabilitasi Kemensos