Bali (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Pasti) terus berupaya mencegah dan menangani pengelolaan keuangan yang beroperasi secara ilegal untuk melindungi konsumen atau masyarakat luas.
"Jadi, sudah ada Satgas Pasti yang terus berupaya karena aktivitas keuangan ilegal masih marak," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rudi Agus Raharjo saat memaparkan materi tentang Penanganan Entitas Keuangan Ilegal/Anti Scam, pada Journalist Class Angkatan 11 di Kuta, Bali, Senin.
Ia mengatakan pada 12 Januari 2023, Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)
yang berdampak pada ketentuan terkait pelindungan konsumen.
UU P2SK itu mengamanatkan pembentukan satuan tugas penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 247 UU tersebut.
Regulasi tersebut juga mengatur tentang pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), peningkatan literasi dan inklusi keuangan di sektor
jasa keuangan bagi konsumen dan masyarakat, mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak, kewajiban, dan larangan PUJK, hingga penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa serta tata cara pengenaan sanksi administratif dan batas pemenuhan sanksi administrasi.
Amanat pembentukan satuan tugas penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan itu, kemudian muncul Satgas Pasti yang merupakan wadah koordinasi 21 kementerian dan lembaga dalam rangka pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi. Selain di Jakarta, juga terdapat Tim Kerja Satgas Pasti di daerah.
Rudi menyebut Satgas Pasti bertugas melakukan edukasi dan sosialisasi, pemantauan terhadap potensi atau risiko adanya kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan, memberikan rekomendasi pencegahan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan kepada otoritas, kementerian, dan/atau lembaga yang berwenang, menyebarluaskan dan/atau memberikan informasi, dan tindakan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu, inventarisasi & analisis kasus dugaan kegiatan entitas ilegal, pemeriksaan dan/atau klarifikasi bersama, merekomendasikan tindak lanjut penanganan ke otoritas, kementerian, lembaga yang berwenang serta melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut, merekomendasikan penghentian kegiatan usaha suatu entitas ilegal, melaporkan dugaan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan ke pihak berwenang, dan tindakan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
"Mengapa aktivitas keuangan ilegal masih marah? Ya, karena pelaku kejahatan dapat dilakukan dari luar negeri, adanya gap antara indeks inklusi dan literasi keuangan, adanya literasi digital yang masih rendah, perilaku ingin praktis, tidak teliti dan malas membaca, pelaku ingin cepat kaya tanpa kerja keras, dan adanya pengguna internet yang cukup banyak di Indonesia yang mencapai 220 juta orang," ujarnya.
Rudi yang mengaku juga menjabat Wakil Ketua Satgas Pasti menyebut pihak yang melaporkan bisa dari masyarakat, atau kementerian/lembaga terkait, yang kemudian diproses dan ditindaklanjuti oleh Satgas Pasti.
"Sekarang ini jika ada yang merasa tertipu atau kena scam dan sebagainya segera lapor. Masalahnya pada kecepatan, siapa cepat uang masih bisa kembali. Tapi nanti kalau uangnya itu lama baru lapor maka uangnya udah nihil," ujarnya di hadapan 40 wartawan peserta Juornalist Class, yang berasal dari berbagai media massa dari Nusa Tenggara Barat (NTT), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali.
Ia juga menyebutkan entitas ilegal yang dihentikan oleh Satgas Pasti sejak 2017 hingga April 2025 terdata sebanyak 12.721, terdiri dari investasi ilegal sebanyak 1.737, pinjol ilegal 10.733, dan gadai ilegal 251.
Sementara pengaduan terkait entitas ilegal yang diterima Satgas Pasti per April 2025 tercatat sebanyak 2.983, terdiri dari 2.523 pinjol ilegal dan 460 investasi ilegal.
Sedangkan tindakan pemblokiran sejak 1 Januari 2024 hingga April 2025 terdata sebanyak 4.053 aplikasi/website/konten ilegal, 117 rekening bank dan
2.422 nomor telepon/WA.
"Kerugian masyarakat akibat investasi ilegal dari 2017 hingga triwulan 1 2025 mencapai Rp142,131 triliun. SebanyakRp106 triliun di antaranya terkait kasus Koperasi Indosurya," ujarnya.
