GMIT: korban kekerasan seksual alami kekerasan berlapis

id GMIT

GMIT: korban kekerasan seksual alami kekerasan berlapis

Ketua Pengurus Rumah Harapan, Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Kupang, Frederika Tadu Hungu (tengah) bersama Ketua Sinode GMIT, Pendeta Meri Kolimon (kanan) menggelar jumpa pers dengan tema "Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT tahun 2018" di Kupang, Kamis. (ANTARA Foto/Aloysius Lewokeda)

"Para korban kasus kekerasan seksual yang terjadi di daerah setempat pada umumnya juga mengalami kekerasan berlapis," Frederika Tadu Hungu .
Kupang (ANTARA) - Ketua Pengurus Rumah Harapan, Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Kupang, Frederika Tadu Hungu mengemukakan para korban kasus kekerasan seksual yang terjadi di daerah setempat pada umumnya juga mengalami kekerasan berlapis.

"Kekerasan berlapis itu seperti penipuan, penjeratan utang, dan persoalan keluarga," katanya kepada wartawan dalam kegiatan jumpa pers bertema Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT tahun 2018 di Kupang, Kamis (14/3).

Ia menjelaskan, Rumah Harapan GMIT telah mendampingi sebanyak sembilan kasus kekerasan seksual yang menimpah kaum perempuan di daerah itu sepanjang tahun 2018.

Pihaknya telah melayani para korban seperti memediasi dengan pihak keluarga, mediasi penyelesaian masalah utang, dan memfasilitasi pemulangan.

Frederika menjelaskan, sepanjang tahun 2018, Rumah Harapan sebagai organisasi bentukan GMIT yang untuk menangani para korban kekerasan dan ketidakadilan telah melakukan kerja pendampingan terhadap 33 korban dan 11 saksi.

Jumlah korban terbanyak berupa kasus kekerasan seksual sebanyak sembilan kasus. Menyusul kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan orang masing-masing tujuh kasus.

Selain itu, ada pula kasus ingkar janji menikah sebanyak lima kasus, tiga kasus kekerasan anak, dan kekerasan terhadap perempuan lainnya dua kasus.

"Kerja pendampingan ini kami lakukan melalui selter kami seperti, pendampingan rohani, psikologi, mediasi, dan pendampingan hukum," katanya.

Ia menambahkan, kasus pendampingan lain yang dilakukan yaitu kasus anak bermasalah dengan hukum sebanyak dua kasus.

"Kasus ini melibatkan anak laki-laki yang sebenarnya adalah pelaku namun karena statusnya anak sehingga tetap punya hak untuk dilindungi," katanya.

Baca juga: GMIT cegah perdagangan orang lewat pendidikan umat
Baca juga: Kementerian PUPR bangun RTH Sinode GMIT Kupang