PT IDK butuh 2.500 hektare untuk tambak garam di Malaka

id Tambak garam

PT IDK butuh 2.500 hektare untuk tambak garam di Malaka

Salah satu lokasi lahan yang dibebaskan untuk pembangunan tambak garam di Desa Rabasa, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikerjakan PT Inti Daya Kencana (IDK). (ANTARA FOTO/Aloysius Lewokeda)

Sebanyak 1.100 hektare lahan sudah dibebaskan untuk pembangunan tambak garam di Kabupaten Malaka, NTT yang dikerjakan PT Inti Daya Kencana (IDK).
Betun (ANTARA) - Sebanyak 1.100 hektare lahan sudah dibebaskan untuk pembangunan tambak garam di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dikerjakan PT Inti Daya Kencana (IDK).

"Namun lahan yang dibebaskan ini belum mencapai target yang diinginkan IDK yang membutuhkan sekitar 2.500 hektare untuk usaha tambak garam di Malaka," kata Ketua Tim Pembebasan Lahan, Emanuel Seran kepada wartawan di Betun, Rabu (27/3).

Ia mengatakan belum tercapainya areal pertambakan garam seluas sekitar 2.500 hektare itu karena masih ada penolakan dari sekelompok orang dengan beragam macam alasannya.

Ia mengatakan, proses pembangunan tambak garam di daerah setempat sempat berhenti sejak 1 April 2018 hingga saat ini karena adanya penolakan dari kelompok warga tertentu.

Menurut dia, pihak yang menolak pembebasan lahan merupakan warga yang tidak memiliki lahan atau memilikinya namun dalam jumlah kecil.

"Namun kami juga pertanyakan penolakan ini karena rata-rata alasan yang tidak mendasar," katanya.

Baca juga: Karena korbankan hutan bakau, warga protes pembangunan tambak garam di Malaka

Menurut dia, pihak perusahaan atau investor tidak datang menyerobot lahan, namun mengurus perizinan di pemerintah daerah serta melakukan sosialisasi kepada warga di sekitar lokasi pembangunan.

"Masyarakat juga diberikan pilihan kalau setuju maka silakan serahkan lahan dan diberikan kompensasi, tapi kalau tidak juga tidak dipaksakan," katanya.

Ia mengatakan, untuk lahan yang sudah dibebaskan tersebut diberikan kompensasi berupa uang senilai Rp1 juta/hektare untuk lahan tidak produktif, sedangkan Rp3 juta/hektare untuk lahan produktif.

Untuk itu, ia berharap agar polemik penolakan lahan ini segera berakhir agar pembangunan garam yang juga berdampak menggerakkan perekonomian warga setempat bisa dilanjutkan.

"Kalau semua lahan ini dibebaskan dan bisa jalan pembangunannya maka bisa menyerap puluhan ribu tenaga kerja lokal," katanya.

Baca juga: Tambak garam Malaka harus dilanjutkan, kata Gubernur
Baca juga: Tambak Garam di NTT Mencapai 13.000 Hektare