Kupang, NTT (ANTARA) - Oditur militer bersikukuh naskah tuntutan yang telah dibacakan dalam persidangan kasus penganiayaan yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo, telah sesuai fakta persidangan.
Sikap Oditur militer itu dituangkan dalam nota replik atau tanggapan tertulis atas nota pembelaan (pledoi) penasihat hukum terdakwa, yang dibacakan dalam sidang lanjutan perkara Prada Lucky yang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/12/2025).
Sidang pembacaan replik Oditur militer digelar dalam tiga tahapan namun dilaksanakan dalam satu hari, yang diawali dari Perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 orang terdakwa, kemudian dilanjutkan dengan Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan seorang terdakwa, lalu Perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa.
Perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 melibatkan 17 orang terdakwa yakni
1. Sertu Thomas Desamberis Awi
2. Sertu Andre Mahoklory
3. Pratu Poncianus Allan Dadi
4. Pratu Abner Yeterson Nubatonis
5. Sertu Rivaldo De Alexando Kase
6. Pratu Imanuel Nimrot Laubora
7. Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie
8. Letda Inf. Made Juni Arta Dana
9. Pratu Rofinus Sale
10. Pratu Emanuel Joko Huki
11. Pratu Ariyanto Asa
12. Pratu Jamal Bantal
13. Pratu Yohanes Viani Ili
14. Serda Mario Paskalis Gomang
15. Pratu Firdaus
16. Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)
17. Pratu Yulianus Rivaldy Ola Baga
Perkara Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 melibatkan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, dan Perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.
Sidang replik ini dipimpin oleh Mayor Chk Subiyanto didampingi dua orang anggota majelis hakim yakni Kapten Chk Denis C. Napitupulu, dan Kapten Chk Zainal Arifin A. Yulianto.
Sementara pihak Oditur militer yang membacakan nota replik masing-masing Letkol Chk Yusdiharto, Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.
Sedangkan penasihat hukum terdakwa yang menghadiri persidangan masing-masing Letkol Chk I Ketut S, Mayor Chk Gatot Subur, Kapten Chk Indra Putra, dan Letda Benny Suhendra.
Pada sidang tersebut, Oditur militer berpendapat bahwa berdasarkan uraian dan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, kematian Prada Lukcy akibat pemukulan yang dilakukan pada 27 Juli sampai 30 Juli 2025 sebagaimana visum et repertum dari Rumah Sakit Umum Derah (RSAUD) Aeramo di Kabupaten Nagekeo, NTT.
"Korban pemukulan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2025, dimana surat keterangan kematian dari RSUD Aeramo disebutkan tidak ada sebab lain, sehingga unsur keempat (akibat kematian) terbukti sehingga pendapat PH tidak dapat diterima," ujar Mayor Chk Wasinton Marpaung, saat gilirannya membacakan nota replik dalam persidangan yang terbuka untuk umum dan juga disaksikan sanak keluarga korban dan para terdakwa.
Oditur militer dalam nota repliknya berkesimpulan bahwa pembelaan tim penasihat hukum terdakwa tidak menunjukkan adanya kekeliruan Oditur militer dalam unsur dakwaan, pembuktian maupun penelitian hukum.
"Oleh karena itu kami berpendapat bahwa fakta-fakta dan alat bukti yang telah kami uraikan dalam persidangan tidak tergoyahkan oleh pembelaan yang dilakukan penasihat hukum para terdakwa, dan tetap mengacu pada tuntutan yang dibacakan 10 Desember 2025," ujar Marpaung.
Terhadap nota replik itu, pihak penasihat hukum terdakwa menyatakan akan menyampaikan duplik atau tanggapan atas replik Oditur militer, yang kemudian majelis hakim menetapkan jadwalnya pada 29 Desember 2025.

Pledoi penasihat hukum
Pada persidangan sebelumnya, tim penasihat hukum terdakwa menonjolkan unsur pembinaan saat membacakan nota pembelaan (pledoi) para terdakwa.
Penasihat hukum menegaskan bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan tidak ada satu pun bukti yang menyatakan bahwa terdakwa memiliki niat jahat atau kesengajaan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia. Adapun niat para terdakwa hanya sebatas membina korban agar tidak lagi mengulangi perbuatan.
Bahwa benar para terdakwa telah melakukan pemukulan terhadap korban yang berakibat hilangnya nyawa orang, namun demikian bukan berarti apa yang telah diperbuat para terdakwa dapat dikategorikan sebagai kesengajaan yang menyebabkan mati, sebagaimana diatur dalam pasal 131 ayat 1 junto ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) junto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Penasihat hukum meminta dipertimbangkan apa yang menjadi niat atau tujuan para terdakwa dalam melakukan pemukulan kepada korban dan saksi (salah seorang saksi).
Tim penasihat hukum terdakwa menyebut proses persidangan kasus Prada Lucky harusnya dapat diukur seberapa jauh kesalahan dalam tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa dan seberapa besar pertanggungjawaban pidana yang dilekatkan pada seseorang terdakwa.
"Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan penelitian secara hukum, kami selaku penasehat hukum terdakwa bukan ingin mengaburkan melainkan memohon kepada majelis hakim yang mulia agar dapat memberikan pertimbangan secara objektif dan melihat semua bukti-bukti dan fakta persidangan, terlebih dalam mengambil suatu keputusan untuk memutuskan perkara ini tidak berdasarkan adanya intervensi, termasuk intervensi dan opini publik," kata Letda Benny, salah satu penasihat hukum.
Tuntutan Oditur militer
Pada persidangan sebelumnya, Oditur militer menuntut para terdakwa dengan pidana pokok 12, 9 dan 6 tahun dengan pidana tambahan dipecat dari dinas TNI AD, serta pidana restitusi.
Seorang terdakwa yakni Lettu Inf Ahmad Faisal dituntut 12 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp561 juta
Dua orang terdakwa masing-masing Letda Inf Made Juni Arta Dana dan Letda Inf Achmad Thariq Al Qindi Singajuru S.Tr. (Han), keduanya merupakan komandan peleton (danton), dituntut 9 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD. Keduanya dibebankan restitusi Rp32 juta lebih.
Sebanyak 15 terdakwa lainnya dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta restitusi Rp32 juta lebih.
Sedangkan empat terdakwa lainnya dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp544 juta lebih, sehingga masing-masing terdakwa dibebankan Rp136 juta lebih.
Prada Lucky dianiaya seniornya di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia sempat dirawat di puskesmas kemudian dirujuk ke rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir pada 6 Agustus 2025.
Sedangkan pola pembinaan keras yang berujung korban tewas itu disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Richard, dan pihak lain di luar institusi TNI.

