KPU Adukan Pemilik Akun Facebook ke Polisi

id Erni

KPU Adukan Pemilik Akun Facebook ke Polisi

Ketua KPU Flores Timur Ernesta Katana

"Dalam laporan itu, KPU juga menyerahkan potongan postingan facebook kepada penyidik untuk dijadikan sebagai barang bukti," kata Ernesta Katana.
Kupang (Antara NTT) - Komisi Pemilihan Umum Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mengadukan pemilik akun facebook Akjaz Waiwadan kepada Kepolisian Resor setempat karena mengunggah ancaman dan fitnah terhadap KPU di Grup Suara Flotim.

"Dalam laporan itu, KPU juga menyerahkan potongan postingan facebook kepada penyidik untuk dijadikan sebagai barang bukti," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Flores Timur Ernesta Katana kepada Antara di Kupang, Selasa, melalui jaringan telepon dari Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan sikap KPU terkait tudingan yang disampaikan dalam Grup Suara Flores Timur yang menyebutkan bahwa Ketua KPU Flores Timur telah dibayar.

"KPU secara resmi telah mengadukan pemilik akun itu kepada polisi untuk diproses secara hukum," katanya dan menambahkan lembaga penyelenggara pilkada yang dipimpinnya merasa difitnah dan terancam oleh Akjaz Waiwadan.

"KPU tidak bisa bekerja baik saat ini dalam kondisi difitnah dan diancam dan meminta kepolisian memberikan efek jera kepada pelaku," katanya.

Dalam postingan facebook, Akjaz Waiwadan menyampaikan tuduhan bahwa Ketua KPU Flores Timur telah dibayar. Pelaku juga mengancam menghancurkan Kantor KPU Flores Timur di Larantuka pada 24 Februari 2017.

Pada 24 Februari, demikian Akjaz, jika polisi tidak merespons pengaduan, pihaknya akan mendatangkan massa lebih banyak daripada aksi pada Senin (20/2) 2017.

"Akjaz juga menyertakan ancaman menghancurkan Kantor KPU Flores Timur," kata Ernesta mengutip postingan dalam facebook tersebut.

Dia mengatakan dalam tahapan dan jadwal pilkada serentak 2017, pada Selasa (21/2), KPU Flores Timur seharusnya menggelar rapat pleno penetapan pasangan calon terpilih dalam Pilkada Flores Timur yang berlangsung serentak pada Rabu (15/2).

"Namun, rencana pleno tersebut terpaksa dibatalkan karena ancaman tersebut. Kami merasa tidak nyaman untuk melaksanakan pleno," demikian Ernesta Katana.