Kupang (ANTARA) - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nusa Tenggara Timur pada Sabtu (16/5) baru saja mengumumkan tambahan kasus pasien positif COVID-19 di NTT yang berjumlah 12 orang.
Dari angka tersebut maka otomatis jumlah kasus pasien positif COVID-19 di NTT sudah menjadi 59 kasus dengan rincian enam orang sembuh, satu meninggal dunia, sisanya masih mendapatkan perawatan.
Mereka yang masih dirawat itu tersebar di sembilan daerah dari 22 kabupaten/kota yang ada di provinsi berbasis kepulauan itu, yakni Kota Kupang delapan pasien, Kabupaten Manggarai Barat 12 orang, Kabupaten Sikka 21 orang, Kabupaten Ende 1 orang, Kabupaten Flores Timur 1 orang, Kabupaten Sumba Timur 4 orang, Kabupaten Nagekeo 1 orang, Kabupaten Timor Tengah Selatan 2 orang dan Kabupaten Rote Ndao 2 orang.
Dengan semakin banyaknya kasus di NTT tersebut banyak pihak mengharapkan agar pemerintah provinsi segera menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa kabupaten untuk mencegah penyebaran kasus COVID-19 lebih luas lagi.
Apalagi saat ini ditemukan kasus COVID-19 akibat transmisi lokal yang jumlahnya sudah mencapai empat kasus. Satu pasien meninggal dan tiga masih dirawat di RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes Kupang.
Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Alex Ofong sendiri menilai ada beberapa daerah yang perlu menerapkan PSBB, yakni Kota Kupang, Manggarai Barat dan juga Kabupaten Sikka yang jumlah kasusnya tertinggi di NTT.
"Kalau kita melihat perkembangan kasus di Kota Kupang dan terlebih Sikka dan Manggarai Barat Sikka, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sehingga sudah saatnya diusulkan untuk memberlakukan PSBB di tiga daerah ini," katanya.
Namun, perlu pertimbangan secara matang, bukan cuma soal regulasi, tetapi terlebih pada dampak pelaksanaannya, dan sejauh mana efektivitasnya dalam mencegah penyebaran COVID-19.
PSBB diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 Pasal 4 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi. Di UU itu dinyatakan bahwa terkait karantina ataupun PSBB suatu wilayah adalah kebijakan dari pemerintah pusat bukan daerah tersebut.
Hal tersebut ditegaskan juga oleh Ketua Komisi V DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Yunus Takandewa ,yang mengatakan bahwa penerapan PSBB merupakan otoritas pemerintah berdasarkan kebutuhan.
"Kalau soal penerapan PSBB, tentunya menjadi otoritas pemerintah berdasarkan kebutuhan, dan kepentingan wilayah masing-masing," katanya.
Lalu apakah yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus mematikan tersebut di provinsi berbasis kepulauan itu?
Satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah disiplin tinggi warga dalam melaksanakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Selain itu, kesadaran kolektif publik menjadi spirit yang mesti kita terus tumbuhkan, agar kurva COVID-19 di NTT jangan sampai terus mengalami kenaikan.
"Penerapan PSBB menjadi otoritas pemerintah tetapi kata kuncinya adalah disiplin tinggi karena peningkatan kasus COVID-19, sebagian merupakan hasil transmisi lokal akibat warga mengabaikan protokol pencegahan," tutur dia.
Setelah melihat tren angka kasus positif COVID-19 yang terus meningkat dalam beberapa hari terakhir ini, Komisi V DPRD NTT telah berkoordinasi dengan pemerintah agar dilakukan tindakan lanjutan secara komprehensif berbasis teritorial.
Dia juga mengusulkan agar pemerintah di setiap daerah perlu melakukan (pelacakan) orang yang kontak fisik dengan pasien terpapar, untuk dilakukan penanganan protokol kesehatan secara cepat dan tepat.
Tetapi jika berkaca dari usulan PSBB Kabupaten Rote Ndao yang ditolak Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, apakah beberapa daerah di NTT sudah layak untuk menerapkan PSBB?
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 telah diatur bahwa untuk dapat ditetapkan PSBB di suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi beberapa kriteria.
Pertama, jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah, kedua adalah kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Perlu kajian
Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dr Teda Litik mengatakan perlu kajian secara hati-hati dalam memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar
"Soal diberlakukan PSBB, ada persyaratan ketat yang harus diajukan oleh Gubernur kemudian dikaji oleh Satgas Nasional dan kalau sudah lengkap baru diserahkan ke Kemenkes untuk mengambil keputusan. Jadi tidak mudah," ungkap dia
Menurut dia, kalau soal indikasi transmisi lokal di Kota Kupang memang sudah memenuhi kriteria untuk menerapkan PSBB, namun masih banyak aspek lain yang perlu disiapkan.
Aspek lain itu misalnya, bantuan sosial yang menjamin bahwa semua orang tidak kelaparan karena kehabisan stok bahan makanan, dan juga tidak kehabisan uang untuk membeli karena dilarang keluar rumah termasuk untuk mencari nafkah.
"Ini berat, kemudian apakah seluruh fasilitas kesehatan sudah siap, baik SDM, logistik dan lainnya sehingga saat PSBB tidak lagi dipusingkan dengan keterlambatan pengadaan dan pengiriman stok, termasuk APD dan obat-obatan penunjang," katanya.
Selain aspek keamanan saat penerapan, dimana aparat sudah siap mengamankan penjarahan, pencurian dan lainnya akibat orang kelaparan.
"Tentu tidak semudah kita bicara. Dan itu sesungguhnya wewenang Gubernur sebagai yang bertanggung jawab pada daerah ini," katanya.
Menurut dia, faktor kesehatan publik dan ekonomi penting sehingga perlu kajian yang sangat hati-hati untuk memutuskan PSBB.
"Orang mengatakan mana yang mau didahulukan, kesehatan publik atau faktor ekonomi?. Dua-duanya penting bagi keberlangsungan hidup sehingga perlu kajian yang sangat hati-hati untuk memutuskan PSBB," katanya menambahkan.
Tanggapan pemerintah provinsi
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor B Laiskodat di hadapan wartawan saat meninjau dan meresmikan laboratorium untuk pemeriksaan sampel swab mengatakan bahwa PSBB saat ini belum dibutuhkan.
"Kita tidak pikirkan ke sana, saat ini kita bersyukur karena seluruh pasien positif yang dirawat dalam kondisi stabil dan segar bugar," tutur dia.
Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi NTT, Benediktus Polo Main mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), belum berencana menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), walaupun ada peningkatan jumlah kasus positif COVID-19 di daerah itu dalam beberapa hari terakhir ini.
Pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap perkembangan penyebaran COVID-19 di daerah itu.