Kupang (Antara NTT) - Ketua Perhimpunan Petani dan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Nusa Tenggara Timur Marthen Mulik mengatakan, para petani serta peternak sapi di daerah ini masih kesulitan mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk meningkatkan produktivitas usahanya.
"Dukungan KUR untuk meningkatkan kapasitas produksi sapi ini sangat penting namun kondisi yang kita alami di sini, petani-peternak kita masih saja kesulitan mengaksesnya," katanya dalam diskusi terkait implementasi tata niaga sapi yang diselenggarakan Ombudsman RI Perwakilan NTT di Kupang, Jumat.
Ia mengakui, pemerintah daerah setempat telah mengeluarkan KUR yang baik untuk membantu permodalan berbagai sektor usaha masyarakat.
"Tetapi pertanyaannya, apakah (KUR) bisa diakses dengan mudah? Tidak. Karena begitu petani-peternak ke bank mereka dituntut berbagai agunan yang sulit dipenuhi," katanya.
Menurut dia, yang bisa mengakses hanyalah kelompok-kelompok yang memiliki modal atau agunan yang banyak sehingga ia menilai kebijakan KUR menjadi mubazir.
"Karena memang masih tidak bisa diakses oleh petani-peternak yang potensial untuk berproduksi tetapi tidak punya modal atau kapital sebagai penjamin," katanya.
Menurut Marthen, seharusnya KUR didasari pada kemudahan mengaksesnya atau "accessible". Artinya bukan berarti siapa saja boleh mengakses namun sistemnya harus dirancang sedemikian, misalnya melalui pola verifikasi yang tepat.
Dalam konteks ini, Marthen menilai, sistem verifikasi pinjaman dari perbankan masih memberatkan petani dan peternak dengan mengutamakan perhitungan dari besaran agunan yang dimiliki.
"Sistem ini seharusnya dibuat, misalnya, seorang ingin mendapat KUR mengusahakan sapi 10-20 ekor, maka yang diverifikasi itu soal kesiapan pakan dan cadangannya, lahan yang sudah ditanami pakan berapa luas atau perhitungannya dengan membeli dari pihak lain," katanya.
Menurut dia, verifikasi yang dilakukan seharusnya menyasar pada faktot-faktor yang menentukan layak tidaknya usaha untuk dijadikan pertimbangan menyalurkan kredit.
Menurut dia, kapasitas modal menjadi faktor kunci dalam upaya peningkatan produktivitas usaha peternakan sapi yang merupakan bagian dari tekad pembangunan pemerintah di provinsi kepulauan itu.
Dia juga menyarankan pentingnya pendampingan untuk petani-peternak setempat dari pemerintah atau institusi yang memiliki kapasitas untuk mendampingi.
Kerja pendampingan itu juga membutuhkan anggaran yang sesuai sehingga bisa maksimal dilakukan kepada semua petani-peternak. "Saya lihat di postur anggaran kita di daerah, DPRD sepertinya alergi ketika membicarakan soal biaya pendampingan untuk kegiatan peternakan," katanya.
Menurut dia, harus ada komitmen bersama menoleng petani-peternak yang selama ini bertumpu pada peternakan rakyat, melalui pendampingan maupun pelatihan teknologi praktis utuk meningkatkan kemampuan dia mengelolah teknologi supaya usahannya lebih produktif.