"Kasus ini tergolong tinggi, karena dalam enam tahun saja, 29 orang dilaporkan tewas dalam konflik antara manusia dengan satwa liar buaya di NTT," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), NTT, Tamen Sitorus ketika ditemui di Kupang, Selasa.
Menurut Sitorus, kasus penyerangan buaya yang tinggi terjadi di Pulau Timor, Rote dan Semau yang mengakibatkan 23 orang tewas, disusul Pulau Lembata tercatat empat orang meninggal.
Sedangkan di Pulau Sumba dan Flores berdasarkan data yang dimiliki BKSDA NTT, hanya dua orang yang dilaporkan tewas diserang buaya.
Ia mengatakan serangan buaya terhadap 29 orang itu saat mereka melakukan aktivitas penyelaman di laut dan memancing ikan di muara sungai serta menyeberang kali dan saat membuang sampah di laut.
"Ada korban yang sedang mandi di muara kali akhirnya menjadi korban serangan buaya karena satwa ini selalu mengendap di daerah seperti itu," kata Sitorus.
Ia menegaskan, terjadinya serangan buaya terhadap penduduk di NTT karena semakin terbatasnya makanan pada daerah teritorialnya setelah maraknya pembangunan permukiman penduduk di sekitar kawasan yang menjadi sumber makanan buaya.
"Karena ketersediaan makanan terbatas sehingga buaya memilih memperluas daerah jelajahnya untuk mencari makan hingga ke kawasan penduduk seperti terjadi di Teluk Kupang, Kota Kupang pada tahun 2016 lalu," kata Sitorus.
Ia mengatakan BKSD NTT telah mengandangkan 10 ekor buaya yang berhasil ditangkap petugas BKSDA, dan tidak akan dilepas kembali ke alam bebas.
"Jika kami lepas kembali ke habitatanya, buaya-buaya yang sudah diberikan tanda khusus itu kembali lagi ke daratan di Pulau Timor," ujarnya.
"Tahun 2015 kita melepas satu ekor buaya di perairan Kupang sejauh 100 km dari daratan, namun ternyata buaya yang dilepas itu kembali ke darat lalu memangsa satu korban di Pulau Semau, Kabupaten Kupang. Buaya itu sudah dalam penangkaran BKSDA NTT," kata Sitorus.
Sitorus mengajak investor untuk memilihara 10 ekor buaya itu, jika sudah menghasilkan keturuan ketiga dapat dimanfaatkan kulitanya untuk pembuatan asesoris seperti tas, ikat pinggang, dan sepatu.
"Tahun 2015 kita melepas satu ekor buaya di perairan Kupang sejauh 100 km dari daratan, namun ternyata buaya yang dilepas itu kembali ke darat lalu memangsa satu korban di Pulau Semau, Kabupaten Kupang. Buaya itu sudah dalam penangkaran BKSDA NTT," kata Sitorus.
Sitorus mengajak investor untuk memilihara 10 ekor buaya itu, jika sudah menghasilkan keturuan ketiga dapat dimanfaatkan kulitanya untuk pembuatan asesoris seperti tas, ikat pinggang, dan sepatu.